Rangkaian perayaan hari raya Nyepi di Candi Prambanan. MTVN/Ahmad Mustaqim
Jakarta: Hari Raya Nyepi, yang dirayakan umat Hindu di Indonesia terutama di Bali, merupakan momen sakral penuh refleksi dan harmoni. Tak hanya sebagai hari libur, Nyepi menyimpan sejarah panjang, ritual kompleks, dan filosofi mendalam tentang keseimbangan manusia dengan alam.
Mari simak ulasan seputar Hari Raya Nyepi yang Metrotvnews.com rangkum dari berbagai sumber berikut:
Sejarah dan asal-usul Nyepi
Nyepi berakar dari tradisi Tahun Baru Saka yang dimulai pada tahun 78 Masehi, ketika bangsa Saka di India kuno mengakhiri konflik antar-suku dan menetapkan kalender baru. Kalender Saka kemudian diadopsi oleh Raja Kaniskha I dari Dinasti Kushan dan menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di Bali, tradisi ini berkembang menjadi Hari Raya Nyepi dengan ritual bertapa dan penyucian diri.
Perayaan Nyepi pertama kali tercatat di Bali pada abad ke-10, seiring dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha. Ritual ini kemudian diadaptasi sesuai budaya lokal, memadukan unsur spiritual dan ekologis.
Ritual Utama dalam Nyepi
Nyepi tidak hanya terjadi dalam sehari, tetapi melibatkan rangkaian upacara yang berlangsung beberapa hari. Dikutip dari laman resmi Universitas Tarumanegara, berikut 3 ritual terpenting dalam Nyepi:
Melasti
Ritual penyucian diri di pantai atau sumber air, di mana umat Hindu membersihkan benda sakral dan diri dari energi negatif. Air laut (tirta amerta) diyakini memiliki kekuatan pemurni.
Pengerupukan
Malam sebelum Nyepi, patung Ogoh-Ogoh yang menjadi simbol roh jahat, diarak keliling desa lalu dibakar. Ini melambangkan penghancuran sifat buruk manusia.
Catur Brata Penyepian
Setiap umat yang merayakan Hari Raya Nyepi menjalankan empat pantangan selama 24 jam. Keempat pantangan tersebut ialah:
- Amati Geni, tidak menyalakan api atau listrik.
- Amati Karya, tidak bekerja.
- Amati Lelungan, tidak bepergian.
- Amati Lelanguan, tidak mencari hiburan.
Makna filosofis dan ekologi di balik Nyepi
Nyepi bukan sekadar tradisi agama, tetapi juga mengandung pesan universal. Pertama, Nyepi menjadi momen untuk penyucian diri dan instrospeksi untuk membersihkan pikiran dan jiwa dari energi negatif. Kedua, Nyepi sebagai bentuk meningkatkan harmoni dengan alam. Penghentian aktivitas manusia memberi waktu bagi alam untuk "beristirahat", dibuktikan lewat penelitian BMKG pada 2022 menunjukkan penurunan polusi udara hingga 60 persen di Bali selama Nyepi.
Ketiga, bentuk penghematan energi. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Nyepi dapat menghemat 1 juta liter bahan bakar dan 60 persen energi listrik pada 2024 .
Beberapa universitas seperti Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar dan Universitas Tarumanegar mengintegrasikan nilai Nyepi ke dalam kurikulum. Misalnya, mahasiswa diajak merenung dan mengevaluasi pencapaian akademis selama hari hening ini.
Selain itu, Nyepi menjadi contoh model toleransi. Bandara Internasional Ngurah Rai Bali dan pelabuhan di Bali ditutup serta wisatawan diajak menghormati tradisi lokal. Pemerintah ikut terlibat membantu masyarakat merayakan Hari Raya Nyepi dengan mematikan jaringan seluler sepanjang Nyepi.