Pemerintah Diminta Perhatikan Kondisi Harga Pangan Impor

Ilustrasi beras. Foto: MI/Susanto

Pemerintah Diminta Perhatikan Kondisi Harga Pangan Impor

Fetry Wuryasti • 18 March 2024 08:14

Jakarta: Pemerintah diminta untuk terus memperhatikan kondisi harga bahan pokok nasional, termasuk bahan pangan yang ditopang dari suplai impor.
 
Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPR RI Said Abdullah mengatakan hal tersebut karena harga bahan pokok tersebut masih tinggi.
 
"Selain harganya masih tinggi, untuk mendapatkannya juga tidak mudah. Ini karena harus berebut dengan negara lain yang impor juga," kata Said dilansir Media Indonesia, Senin, 18 Maret 2024.
 
Harga beras di pasar internasional masih tinggi, meski ada tren turun dibanding Februari lalu, dari USD19 ke USD17,8 per kuintal. Namun harga ini rata-rata juga masing tinggi dibanding 2022 dan 2023.
 
Demikian juga dengan gula. Harga gula di pasar internasional masih USD22 per pound. Ini lebih tinggi rata-rata dibanding tahun lalu yang di kisaran USD18-USD22 per pound.
 
Beberapa bahan pangan lain seperti jagung, kedelai, gandum, dan daging di pasar internasional menunjukkan tren penurunan.
 
"Inilah kesempatan pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri," ucap Said.
 

Baca juga: 

Sengkarut Masalah Harga Beras

Permintaan bahan pangan naik jelang Idulfitri

Seperti diketahui, setiap momentum Ramadan dan perayaan Idulfitri, permintaan terhadap bahan pangan pokok rakyat akan meningkat.
 
"Saya kira pemerintah juga sudah tahu akan tren permintaan tinggi momen seperti ini," kata Said.
 
Tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan pangan aman. Apabila dalam jangka pendek ketersediaannya tidak bisa dipenuhi di dalam negeri, tentu tak ada pilihan selain impor.
 
Namun, skema impornya juga harus diubah dari skema kuota menjadi tarif untuk menjaga kegiatan impor menjadi perburuan rente.
 
Selain itu, pemerintah harus menggelar operasi pasar berskala besar. Sebab setiap kenaikan harga pangan rakyat, ada sensitivitas terhadap daya beli masyarakat.
 
"Jika daya beli rakyat turun, skala besarnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Soalnya, lebih dari 50 persen ekonomi nasional di topang dari konsumsi rumah tangga," jelas Said.
 
Untuk rumah tangga miskin dan sangat miskin, pemerintah perlu memastikan seluruh program bansos terjangkau oleh mereka. Ini karena kenaikan harga kebutuhan pokok akan semakin menyulitkan kondisi perekonomian mereka. Program bansos kita harapkan menjadi peredam dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi.
 
Untuk jangka panjang, Said meminta agar urusan pangan pokok jangan hanya menjadi slogan. Pemerintah telah membentuk berbagai lembaga dan badan yang mengurusi pangan, tetapi kepatuhan kita terhadap peta jalan untuk mencapai kemandirian pangan tidak serius dijalankan.
 
"Lebih menyedihkan urusan pangan dijadikan komoditas politik pemilu. Ke depan hal seperti ini tidak boleh terulang. Bangsa Indonesia tidak bisa beranjak maju kalau urusan pangan masih tidak tuntas," kata Said.

 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)