Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Medcom.id/Candra
Candra Yuri Nuralam • 10 January 2024 08:45
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menahan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy dengan dalih tengah mengajukan praperadilan. Padahal, eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ditangkap saat mengajukan langkah hukum yang sama beberapa waktu lalu.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri memberikan penjelasan. Menurut dia, praperadilan tidak memengaruhi perkara pokok yang diusut pihaknya.
“Sebenarnya, proses praperadilan itu tidak berpengaruh terhadap proses penyidikan, karena ketika seorang tersangka mengajukan praperadilan, proses penyidikan tetap berjalan, tidak berhenti,” kata Ali di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu menjelaskan tiap perkara memiliki rintangan berbeda. Sehingga, penanganan kasus Eddy dengan Syahrul tidak bisa disamakan.
“Memang ada strategi-strategi khusus bagaimana kemudian menyelesaikan sebuah perkara. Tidak ada kaitan sama sekali antara praperadilan dengan proses penahanan,” ujar Ali.
Ali juga menjelaskan bahwa praperadilan cuma gugatan yang menguji masalah formil dalam penetapan tersangka yang dilakukan KPK. Tapi, penahanan merupakan hak penyidik dalam menangani perkara.
“Jadi, substansi materi tetap berjalan, termasuk kemudian strategi apakah dibutuhkan segera melakukan penahanan atau penangkapan terhadap tersangka,” ucap Ali.
KPK berbeda sikap saat menangani kasus Eddy dan SYL. Syahrul ditangkap dan ditahan penyidik saat tengah mengajukan praperadilan, namun, hingga kini upaya paksa untuk eks Wamenkumham belum dilakukan.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana.
Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.
Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.