Realisasi Pupuk Subsidi Baru 29%, Ini Dia Kendalanya!

Ilustrasi pupuk bersubsidi. Foto: dok Pupuk Indonesia.

Realisasi Pupuk Subsidi Baru 29%, Ini Dia Kendalanya!

Media Indonesia • 19 June 2024 13:41

Jakarta: Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyampaikan realisasi pupuk subsidi hingga 15 Juni 2024 tercapai 2.799.751 dari total alokasi sebesar 9,55 juta ton atau 29 persen. Setelah dievaluasi, ternyata ada lima hal yang perlu diperhatikan khususnya bagi Pupuk Indonesia sendiri maupun kepada seluruh stakeholders agar realisasi pupuk subsidi bisa lebih baik lagi.

"Pertama 58 persen petani yang terdaftar di e-RDKK itu hingga Mei 2024 itu belum menebus. Jadi mungkin pembaharuan data dan juga sosialisasi harus ditingkatkan, oleh karenanya kami sekarang memiliki program PI menyapa untuk kita keliling dan tebus bersama," ujar Rahmad saat RDP dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu, 19 Juni 2024.

Beberapa petani yang belum menebus itu, sambung dia, disebabkan ada diantara mereka yang merasa alokasi tersebut terlalu kecil sehingga biaya untuk menebus terlalu mahal.

"Kedua regulasi di daerah yang cukup menghambat, tidak hanya SK Bupati dan Gubernur yang belum keluar, tapi yang sudah keluar pun ada yang masih membatasi misalnya ada tebusnya itu dibagi per bulan atau per musim tanam. Nah ini alhamdulillah sekarang sudah Permentan Nomor 1 yang memfasilitasi," ungkap dia.

"Tapi ada juga kebijakan yang menghambat, misalnya pak lurah mewajibkan kalau mau nebus orangnya harus punya bukti kepemilikan tanah, RHM, atau sertifikatnya harus ditunjukkan dan seterusnya," sambung Rahmad.

Kemudian yang keempat, hingga Maret 2024 ada koreksi kepada distributor dan kios sebesar Rp15,6 miliar yang jumlahnya cukup besar terutama paling besar ada di Jawa Timur. Ia pun menyatakan pemahaman dari aparat, pemerintah daerah, maupun petugas daerah sering kali menerjemahkan petunjuk dan teknis dengan berbagai macam variasi.

"Misalnya di beberapa yang verbal ditolak karena tanda tangannya tidak sama, nah ini mengakibatkan yang kami lihat, kios dan distributor ini menjadi super hati-hati di dalam melakukan penebusan. Akibatnya, ini juga memperlambat penebusan, ini yang kami lihat," beber dia.

Kendala terakhir adalah perubahan musim yang merubah musim tanam, sehingga Pupuk Indonesia pun harus menyesuaikan pola penyalurannya.
 
Baca juga: Kementan: Penurunan Produksi Beras Tahun Lalu Gegara Pupuk Bersubsidi

Akselerasi serapan pupuk


Menjawab kendala tersebut, Pupuk Indonesia saat ini memiliki lima program yang pada intinya adalah untuk mengakselerasi serapan pupuk. Dengan program ini, diharapkan nanti pada saat akhir tahun ini serapan sudah bisa mendekati 9,5 juta ton dengan beberapa catatan, yang pertama adalah pupuk organik.

"Kalau saya terinformasikan baru tadi malam selesai e-RDKKnya. Sekarang kita sudah kontrak dengan para penyedia sekarang kita akan segera akan memproduksi dan mengirim ke gudang lini III. Sehingga kami estimasikan pada bulan Agustus untuk pupuk organik ini baru bisa disalurkan karena sudah hilang tujuh bulan, kemungkinan yang bisa disalurkan tidak sampai 50 persen dari alokasi yang sudah ada," imbuh dia.

Di sisi lain, masih terdapat masalah karena 72 persen dari alokasi pupuk itu mengakibatkan harus membuka kantong. Membuka kantong ini, lanjut dia, tidak ada standarisasi timbangan di kios-kios sehingga mungkin nanti akan menimbulkan persoalan karena harus dibuka.

"Oleh karenanya kami mengusulkan ada penggenapan alokasi supaya tidak perlu buka kantong, karena kalau sekali buka kantong tidak hanya volumenya mungkin juga susah diukur tapi juga kualitasnya," beber dia.

Kedua, Pupuk Indonesia tentunya akan terus mensosialisasikan juknis kepada distributor dan kios dan juga kepada PPL agar memiliki pemahaman yang sama sehingga tidak ada pemahaman yang berbeda yang akhirnya akan membebani distributor.

"Dan tentunya kalau distributor terbebani, seluruh proses penyaluran juga menjadi terhambat," jelas Rahmad.

(NAUFAL ZUHDI)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)