Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI/Rommy Pujianto
Insi Nantika Jelita • 16 October 2024 11:52
Jakarta:
Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level enam persen pada bulan ini.
Hal itu disampaikan Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky dengan pertimbangan karena Indonesia masih berkutat dengan tren deflasi yang persisten selama lima bulan terakhir.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi umum Indonesia pada September 2024 turun menjadi 1,84 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dari 2,12 persen pada Agustus 2024.
Ini menandai level terendah sejak Desember 2021 dengan kondisi turun di bawah dua persen, namun tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia yaitu 1,5 persen hingga 3,5 persen.
"Kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di enam persen untuk saat ini," ujar Riefky dalam keterangan resmi dilansir
Media Indonesia, Rabu, 16 Oktober 2024.
Riefky menjelaskan penurunan inflasi pada September terutama disebabkan oleh faktor dari sisi penawaran didorong oleh penurunan harga pangan bergejolak setelah beberapa inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu fasilitasi distribusi pangan, pengembangan kios pangan, dan kerja sama antarwilayah.
Harga bergejolak tercatat mengalami inflasi tahunan sebesar 1,43 persen pada September 2024, turun dari 3,04 persen dari Agustus 2024 dan menandai level terendah sejak Agustus 2023.
.jpg)
Ilustrasi deflasi. Foto: Freepik.
Komponen harga bergejolak mencatat deflasi keenam tahun ini
Secara bulanan, komponen harga bergejolak mencatat deflasi keenam tahun ini, sedikit turun menjadi 1,34 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada September 2024 dari 1,24 persen mtm pada Agustus
2024.
Penurunan inflasi tahunan dan berlanjutnya deflasi bulanan didorong oleh penurunan harga cabai merah, cabai rawit, dan telur karena adanya peningkatan pasokan setelah musim panen cabai dan turunnya biaya input untuk ayam broiler.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat inflasi tahunan sebesar 1,40 persen yoy pada September 2024, sedikit menurun dari 1,68 persen yoy pada Agustus 2024.
Kontributor utama penurunan harga yang diatur pemerintah didorong oleh komoditas bensin setelah adanya penyesuaian harga bahan bakar non-subsidi. Kemudian, Riefky menuturkan optimisme konsumen sedikit menurun pada September bila dibandingkan bulan sebelumnya, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang berada di angka 123,5 pada September 2024 yang turun dari 124,4 pada Agustus 2024. Penurunan ini berhubungan dengan deflasi yang terus terjadi selama lima bulan terakhir.
Di sisi lain, ungkap Riefky, mulai stabilnya rupiah dalam satu minggu terakhir menjadi kabar baik dalam aspek moneter. Dengan 2024 yang tersisa kurang dari tiga bulan.
Lebih lanjut, meningkatnya tensi geopolitik global, program stimulus Tiongkok, dan menjelang Pemilihan Umum di Amerika Serikat (AS) menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran arus modal asing ke Indonesia dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu mendatang.
Dalam rentang waktu satu minggu pascapemangkasan suku bunga AS pada pertengahan bulan lalu, Indonesia menikmati masuknya aliran modal asing sekitar USD1,93 miliar yang didominasi oleh arus modal masuk ke pasar obligasi yang mencapai USD1,51 miliar.
"Dengan demikian, pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober ini," tutur Riefky.