Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Foto: Medcom.id/Anggi Tondi
Jakarta: Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh akan mengadakan aksi serempak di seluruh Indonesia pada hari Senin tanggal 8 Juli 2024.
Aksi itu dilakukan bersamaan dengan sidang lanjutan Judicial Review Omnibus Law UU Cipta Kerja, yang agendanya adalah mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon.
Aksi itu akan berlangsung di kantor-kantor Gubernur, Bupati, dan Walikota di berbagai kota seperti Semarang, Surabaya, Batam, Medan, Pekanbaru, Banda Aceh, Gorontalo, Banjarmasin, hingga Makassar.
Untuk wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, massa akan berkumpul di Jakarta, dengan titik utama di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara.
"Jumlah massa aksi diperkirakan mencapai ribuan orang," ujar Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Jakarta, Sabtu, 6 Juli 2024.
Said Iqbal berharap dengan aksi ini suara para pekerja dapat lebih didengar dan diperhatikan oleh para Hakim Mahkamah Kosntitusi yang sedang menyidangkan uji materiil Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Sementara itu, tuntutan utama dalam aksi kali ini adalah Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM (Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah).
Said Iqbal juga menyampaikan, buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena ada sembilan alasan, yaitu:
1. Konsep upah minimum yang kembali pada upah murah.
UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.
2. Outsourcing tanpa batasan jenis pekerjaan
Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh. Ini sama saja menempatkan negara sebagai agen outsourcing.
3. Kontrak yang berulang-ulang
UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, hal ini mengancam stabilitas kerja.
4. Pesangon yang murah
Pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.
5. PHK yang dipermudah
Proses PHK dipermudah, membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.
6. Pengaturan jam kerja yang fleksibel
Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
7. Pengaturan cuti
Tidak adanya kepastian upah selama cuti, khususnya bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.
8. Tenaga kerja asing
Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal.
9. Hilangnya sanksi pidana
Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.
Partai Buruh dan KSPI mengajak seluruh pekerja dan elemen masyarakat yang peduli untuk turut serta dalam aksi ini. Aksi ini diharapkan dapat memberikan tekanan yang kuat kepada pemerintah untuk mendengarkan suara pekerja dan mencabut UU Cipta Kerja yang telah terbukti merugikan.