Kesaksian WNI: Serangan Israel Membangunkan Nasionalisme Warga Iran dari Tidur Panjang

Bendera Iran berkibar di depan kantor pusat Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) selama pertemuan virtual Dewan Gubernur IAEA di kantor pusat IAEA di PBB di Wina, Austria, 24 November 2021. [EPA-EFE/CHRISTIAN BRUNA]

Kesaksian WNI: Serangan Israel Membangunkan Nasionalisme Warga Iran dari Tidur Panjang

Arga Sumantri • 22 June 2025 15:08

Jakarta: Suara ledakan kuat mengguncang jendela rumah Afifah Ahmad, Jumat dini hari, 13 Juni 2025. Afifah merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Tehran, Iran.

"Getarannya begitu hebat, meski tak sampai membuatnya pecah berserakan," demikian Afifah mengawali ceritanya yang dibagikan di media sosial Facebook, dikutip Minggu, 22 Juni 2025.

Menjelang pagi Afifah, berita mulai tersebar kalau ledakan kuat yang ia dengar imbas serangan Israel ke kawasan Tehran yang menyebabkan kematian beberapa jenderal dan ilmuwan nuklir Iran. "Sungguh kabar yang mengejutkan."

Ia mengungkapkan salah satu titik serangan adalah gedung kompleks dosen, termasuk tempat tinggal ilmuwan nuklir yang turut menjadi korban. Jaraknya hanya lima menit berjalan kaki dari rumah Afifah.

"Ledakan terus terjadi pada malam-malam berikutnya. Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan saya setelah itu," ungkap dia.

Situasi ini tak pernah terbersit dalam pikiran Afifah. Hari-hari sebelumnya, ia sedang menyiapkan banyak hal, mulai revisi tesis hingga tawaran untuk kembali mengajar di pusat riset. Belum lagi deretan rencana traveling selama liburan musim panas. 

"Tapi, semuanya menjadi tidak penting, jika itu menyangkut soal keselamatan, termasuk juga kesehatan mental," ujar dia.
 

Baca juga: Senator AS Ramai-Ramai Kecam Trump, Hanya Kongres yang Bisa Deklarasikan Perang

Afifah sempat mengungsi beberapa hari di Kota Qom. Ia melihat situasi kota Qom sangat berbeda dengan Tehran. Aktivitas tetap berjalan normal, seperti tak terjadi apa pun. Bahkan di sore hari, anak-anak masih bermain di halaman kompleks. 

Berbeda dengan kota Tehran yang setiap saat diramaikan suara ledakan. Jadi, sebagian WNI di Qom kala itu, belum memutuskan untuk ikut program evakuasi.

Tadinya, Afifah berencana mengungsi di kota Qom hanya untuk beberapa waktu hingga situasi mereda. Sampai akhirnya pihak KBRI menetapkan siaga 1 yang berujung pada dibukanya jalur evakuasi. 

"Saya tidak langsung mendaftar karena posisi sedang dalam perjalanan. Namun, hampir seluruh kolega suami dari universitas maupun teman-teman dekat Iran menyarankan agar kami ikut dalam program ini," ujar dia.
 
Baca juga: Amerika Serikat Serang 3 Situs Nuklir di Iran

Ia bercerita, salah satu warga Iran, Muhammad, yang memang sudah cukup dekat dengan keluarga Afifah, turut menyarankan agar segera ikut evakuasi. Muhammad mengaku akan tetap berada di Tehran sampai kapan pun.

"Keselamatan Anda jauh lebih penting," begitu kata Muhammad seperti diceritakan Afifah.

Muhammad menjemput dan mengantar keluarga Afifah ke KBRI Tehran sebagai titik pemberangkatan evakuasi. Muhammad juga menyelipkan sekotak oleh-oleh sekaligus mengecek kondisi keluarga selama di perjalanan menuju perbatasan setiap saat. 

"Ia memeluk suami dan Hakim (anak Afifah) dengan erat, seolah takut kita tidak akan bertemu kembali," cerita Afifah.

"Saya akan selalu menanti Anda kembali jika situasi sudah membaik," kata Muhammad yang semakin membuat kaca mata Afifah berembun.

foto bersama wn iran
Foto suami Afifah bersama rekan kelasnya di Tehran. Dok Facebook Afifah Ahmad

Jum’at, 20 Juni 2025, ketika bus perlahan meninggalkan kota Tehran yang lengang. Ada tumpukan haru yang tak lagi bisa dibendung Afifah. Air mata yang menetes tak kuasa lagi buat ditahan. Afifah mengaku berat meninggalkan sebuah tempat yang telah mengukir lebih dari 20 tahun kenangan hidupnya. 

"Ini bukan saja tentang aset-aset yang tertinggal, namun tentang cerita hidup yang pernah tertoreh di dalamnya. Bisa jadi kami kembali atau malah mungkin tidak, tak pernah ada yang tahu," tulis Afifah.

Nasionalisme warga Iran bangun dari tidur panjang

Bagi Afifah, Iran adalah tempat unik sekaligus sulit diprediksi. Masyarakatnya cukup kritis memprotes berbagai kebijakan pemerintahan saban hari. Namun, saat negara mendapat ancaman dari luar, mereka memiliki kesadaran tinggi untuk segera merapikan barisan. 

"Nasionalisme mereka seperti kembali dibangunkan dari tidur panjangnya. Barangkali ini juga yang tidak pernah diprediksi lawan-lawan Iran," ujar Afifah.

Afifah mencontohkan sikap sopir taksi yang dinaiki dari stasiun kereta, beberapa hari sebelum evakuasi. Ia menyebut para sopir yang biasa lidahnya sangat lincah merutuki negara, tiba-tiba memakai syal motif Lur, simbol nasionalisme Iran

"Mungkin seperti blankon di Indonesia," cetus dia.

Sepanjang jalan, mereka menyanyikan lagu-lagu kebangsaan Iran. Para anak muda tak berkerudung yang biasa menyuarakan 'kebebasan', tiba-tiba mengunggah video-video sang Pemimpin Revolusi sebagai pahlawan mereka. 

"Sekali lagi, ini di luar kalkulasi lawan Iran," ujar dia.

Ia juga masih terngiang suara seorang tentara yang melakukan razia pemeriksaan di atas bus yang ditumpanginya. Selesai mengecek, tentara itu berpamitan sambil berseloroh; "Orang-orang Indonesia itu baik-baik." 

Bagi Afifah, kalimat itu bak oase di tengah segala kelelahan dalam perjalanan. 

"Seperti membuka juga keasadaran saya. Ya, Indonesia, itu juga yang membuat paspor saya masih hijau. Dalam proses evakuasi ini, saya menyaksikan jejak-jejak kebaikannya (nanti akan saya ceritakan secara terpisah)," sebut Afifah.

Afifah menulis catatan ini di sebuah hotel kota Baku, tempat istirahat sementara sebelum diterbangkan ke Jakarta. "Doakan selalu semoga kami bisa sampai di Jakarta dengan sehat dan selamat," tutup Afifah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)