Sebagian warga Palestina mulai meninggalkan Kota Gaza di tengah ancaman serangan Israel. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 18 August 2025 19:24
Gaza: Sejumlah keluarga Palestina mulai meninggalkan wilayah timur Kota Gaza yang terus digempur Israel, khawatir operasi darat besar-besaran akan segera digelar.
Mengutip dari Asharq al-Awsat, Senin, 18 Agustus 2025, sebagian dari mereka bergerak ke arah barat, sementara yang lain mempertimbangkan untuk mengungsi lebih jauh ke selatan.
Rencana Israel merebut kendali penuh atas Kota Gaza memicu kekhawatiran baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di Israel, puluhan ribu warga turun ke jalan dalam aksi protes terbesar sejak perang dimulai, mendesak pemerintah mencapai kesepakatan gencatan senjata dan membebaskan 50 sandera yang masih ditahan kelompok bersenjata Palestina.
Rencana ofensif tersebut juga mendorong mediator Mesir dan Qatar mempercepat upaya gencatan senjata. Seorang sumber yang mengetahui pembicaraan dengan Hamas di Kairo menyebut langkah ini sebagai “upaya terakhir.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Kota Gaza sebagai “benteng terakhir Hamas.” Namun, meski Israel telah menguasai sekitar 75 persen wilayah Gaza, militer memperingatkan bahwa perluasan serangan dapat membahayakan nyawa sandera yang masih hidup dan menyeret pasukan ke dalam perang gerilya yang panjang dan mematikan.
Di Kota Gaza sendiri, warga menyerukan aksi protes menuntut diakhirinya perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah dan menimbulkan krisis kemanusiaan. Mereka juga mendesak Hamas mempercepat pembicaraan untuk mencegah serangan darat Israel.
Invasi lapis baja Israel ke Kota Gaza diperkirakan dapat memaksa ratusan ribu orang kembali mengungsi, banyak di antaranya sudah berulang kali kehilangan tempat tinggal sejak perang meletus.
“Orang-orang di Kota Gaza seperti menerima vonis mati dan hanya menunggu eksekusi,” kata Tamer Burai, seorang pengusaha setempat. Ia menambahkan, “Saya memindahkan orang tua dan keluarga saya ke selatan hari ini atau besok. Saya tidak bisa mengambil risiko kehilangan mereka jika terjadi invasi mendadak.”
Sebuah aksi protes dijadwalkan Kamis mendatang di Kota Gaza oleh berbagai serikat pekerja. Ajakan turut serta juga ramai di media sosial, menambah tekanan terhadap Hamas.
Putaran terakhir pembicaraan gencatan senjata tidak langsung pada akhir Juli berakhir buntu, dengan kedua pihak saling menyalahkan atas kegagalan tersebut. Menurut sumber dekat perundingan di Kairo, mediator Mesir dan Qatar sudah bertemu dengan pimpinan Hamas, Jihad Islam, dan faksi lain, meski belum ada kemajuan berarti.
Hamas, menurut salah satu pejabat yang enggan disebutkan namanya, menyatakan siap melanjutkan pembahasan terkait usulan AS tentang gencatan senjata 60 hari dan pembebasan separuh sandera, tetapi juga menginginkan kesepakatan yang lebih luas untuk mengakhiri perang.
Baca juga: Dukung Penuh Palestina, Mesir Tolak Rencana Relokasi Warga Gaza oleh Israel