Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Sidang Majelis Umum PBB, 26 September 2025. (United Nations)
Riza Aslam Khaeron • 27 September 2025 14:16
Jakarta: Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pekan terakhir September 2025 kembali menjadi sorotan dunia, terutama ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan pidato pada Kamis, 26 September 2025.
Pidato yang berlangsung selama lebih dari 40 menit itu langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Hamas. Kelompok yang menguasai Jalur Gaza tersebut menuduh Netanyahu menyebarkan delapan kebohongan besar di forum tertinggi PBB tersebut.
Hamas menilai pidato Netanyahu penuh dengan manipulasi fakta dan upaya membenarkan "genosida" yang telah berlangsung selama hampir satu tahun di wilayah Gaza. Lantas, apa saja "delapan kebohongan besar" Netanyahu menurut Hamas?
Melansir telegram Kantor Media Gaza yang dikelola Hamas, berikut penjelasannya.
1. Klaim Peduli Sandera, Tapi Biarkan Mereka Terancam
Mengutip pernyataan
Netanyahu yang mengatakan bahwa Israel “tidak melupakan sandera” di Gaza, Hamas menilai pernyataan ini bertentangan dengan kenyataan di lapangan.
Menurut mereka, pemerintah Israel justru mengejar agenda pembunuhan massal, penghancuran total, dan pemindahan paksa warga Gaza, tanpa memedulikan keselamatan para sandera itu sendiri
2. Klaim Dukungan Global yang Sudah Menguap
Netanyahu menyatakan bahwa banyak pemimpin dunia mendukung Israel setelah 7 Oktober 2023. Namun, Hamas menyebut bahwa dukungan tersebut sudah menguap, dan sebagian besar negara justru mengutuk kejahatan genosida yang dilakukan Israel.
Mereka menegaskan bahwa pengakuan terhadap Palestina meningkat seiring terbongkarnya narasi palsu Israel
3. Menyebut Pengakuan Palestina Akibat Tekanan Islam Ekstrem
Netanyahu menuduh bahwa pengakuan terhadap Palestina terjadi karena tekanan kelompok Islam radikal. Namun, Hamas menilai tuduhan ini menyesatkan.
Mereka menyebut bahwa dunia internasional mulai menyadari kesalahan sejarah dan memperbaikinya dengan mengakui hak-hak sah rakyat Palestina
4. Mengklaim Perang Lawan Teror, Tapi Sasar Warga Sipil
Dalam pidatonya, Netanyahu menyebut bahwa Israel sedang berperang di tujuh front termasuk Gaza, untuk melawan terorisme.
Hamas menanggapinya dengan menyatakan bahwa sebenarnya Israel melancarkan perang terhadap warga sipil dan fasilitas sipil.
Mereka menyebut data internasional yang menunjukkan 94% korban tewas adalah warga sipil, termasuk lebih dari 30.000 perempuan dan anak-anak, serta kerusakan besar pada rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur umum
5. Tuduh Hamas Halangi Pengungsi, Tapi Akui 700 Ribu Warga Telah Mengungsi
Netanyahu mengklaim bahwa pejuang Palestina melarang warga untuk mengungsi dari Gaza. Namun, Hamas menilai pernyataan ini bertentangan dengan klaim Netanyahu sendiri bahwa 700 ribu orang telah mengungsi.
Pemerintah di Gaza, kata mereka, justru membantu warga yang mengungsi ke selatan, bukan menghalangi
6. Menolak Tuduhan Genosida
Netanyahu berkilah bahwa tidak ada niat genosida karena Israel telah meminta warga sipil untuk mengungsi.
Namun, Hamas menyatakan bahwa fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Israel disebut menjatuhkan lebih dari 200.000 ton bahan peledak, membunuh lebih dari 64.000 warga sipil, termasuk 20.000 anak dan 10.500 perempuan.
Ribuan keluarga disebut telah lenyap dari catatan sipil akibat rumah mereka dihancurkan total
7. Klaim Kirim Bantuan, Tapi Jadi 'Perangkap Maut'
Netanyahu menyebut bahwa kelompok perlawanan mencuri bantuan, sementara Israel-lah yang memasok makanan. Hamas menolak klaim ini, dengan menyatakan bahwa Israel justru mendanai geng kriminal bersenjata untuk menciptakan kekacauan dan kelaparan.
Ratusan warga, termasuk 147 anak-anak, disebut meninggal karena kelaparan, sementara ribuan lainnya tewas atau hilang saat mencoba menjangkau konvoi bantuan yang disebut sebagai “perangkap maut”
8. Sebut Pengakuan Palestina Picu Kekerasan
Netanyahu mengklaim bahwa pengakuan terhadap negara Palestina sama saja dengan mendorong pembunuhan terhadap orang Yahudi.
Hamas menilai klaim ini sebagai kebohongan serius. Mereka menegaskan bahwa pengakuan negara Palestina adalah hak hukum internasional yang sah dan merupakan bentuk keadilan setelah 77 tahun penderitaan rakyat Palestina.