Gedung Kementerian Keuangan. Foto: Dok Kemenkeu
M Ilham Ramadhan Avisena • 18 June 2025 12:04
Jakarta: Di tengah klaim defisit fiskal yang masih aman, terdapat sinyal peringatan dari sisi penerimaan negara. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai turunnya penerimaan pajak hingga 11 persen seharusnya menjadi perhatian utama, bukan sekadar ukuran defisit itu sendiri.
APBN per Mei 2025 tercatat mengalami defisit Rp21 triliun, atau 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah menyebut angka ini masih terkendali, namun FITRA menggarisbawahi persoalan di dalamnya, yaitu melemahnya mesin penerimaan negara.
"Ini menunjukkan bahwa mesin penerimaan kita masih belum sepenuhnya pulih," ujar Manajer Riset Seknas FITRA Badiul Hadi dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 18 Juni 2025.
Ia menambahkan, meskipun APBN sempat surplus pada April lalu, pergeseran menuju defisit Mei bukanlah kejutan, sebab negara mulai menggenjot belanja prioritas seperti gaji, subsidi, hingga infrastruktur dasar.
Namun yang jauh lebih mengkhawatirkan, menurut Badiul, ialah ketergantungan penerimaan negara pada sektor komoditas. Turunnya harga global batu bara, CPO, dan mineral membuat PPh badan dan PNBP SDA ikut menurun, menggerus kekuatan fiskal dari dalam.
"Pertumbuhan ekonomi yang belum merata pascapandemi dan tekanan global seperti perlambatan Tiongkok, ketidakpastian suku bunga AS, serta konflik geopolitik menyebabkan aktivitas usaha, konsumsi, dan ekspor belum sepenuhnya pulih. Ini berdampak langsung pada basis pajak," jelasnya.
Baca juga:
Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah saat APBN Defisit Lagi |