Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah saat APBN Defisit Lagi

Konferensi pers APBN Kita Mei 2025 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. MI/M Ilham Ramadhan Avisena

Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah saat APBN Defisit Lagi

Insi Nantika Jelita • 18 June 2025 11:46

Jakarta: Analis Kebijakan Ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam mengelola anggaran negara di tengah tekanan fiskal yang cukup besar sejak kuartal I-2025.

Ia menekankan pentingnya penerapan prinsip spending better, yaitu memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan negara memberikan hasil yang efektif dan efisien.

Hal ini merespons kondisi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang tercatat sebesar Rp21 triliun atau setara 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB) hingga akhir Mei 2025. Sejak 2025 hingga Mei, Indonesia tidak pernah mengalami surplus APBN kecuali pada April. Pada bulan tersebut sempat tercatat surplus Rp 4,3 triliun, namun kembali defisit pada Mei.

"Dengan kondisi yang ada, pemerintah harus lebih prudent dalam mengelola fiskal dan menerapkan prinsip spending better," ujar Ajib kepada Media Indonesia, dikutip Rabu, 18 Juni 2025.
 

Baca juga: 

Dorong Ekonomi, Pemerintah Kebut Realisasi Belanja Negara



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Tiga faktor utama penyebab defisit

Ia mengidentifikasi tiga faktor utama penyebab defisit tersebut. Pertama, kinerja penerimaan pajak yang jauh dari harapan. Pada kuartal I-2025, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar 20 persen dari target tahunan, namun realisasinya hanya mencapai 14,7 persen. Capaian ini mencerminkan lemahnya daya dorong sektor perpajakan terhadap kas negara.

Kedua, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mengalami penurunan signifikan. Hal ini dipicu oleh perubahan kebijakan pengelolaan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mulai 2025, dividen BUMN tidak lagi langsung masuk ke kas negara, melainkan dikelola oleh lembaga baru bernama Danantara.

"Padahal, pada 2024, dividen BUMN menyumbang lebih dari Rp80 triliun terhadap PNBP," kata Ajib.

Ketiga, perlambatan ekonomi nasional turut menjadi faktor yang membebani fiskal. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sulit mencapai target 5,2 persen hingga akhir 2025, yang berdampak langsung pada tertekannya kinerja penerimaan negara secara keseluruhan.

Di sisi lain, kebijakan efisiensi anggaran ini juga memberikan dampak negatif, terutama bagi sektor-sektor yang bergantung pada belanja pemerintah, seperti hotel, restoran, dan kafe (horeka). Sektor ini ikut terdampak karena berkurangnya perputaran uang dari anggaran negara di lapangan.

"Memang realitas fiskal pemerintah sedang mengalami tekanan yang luar bisa sejak kuartal I-2025," ungkap Ajib.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)