Ilustrasi efisiensi anggaran. (Freepik)
Riza Aslam Khaeron • 24 February 2025 17:09
Yogyakarta: Kebijakan pemangkasan anggaran yang diterapkan Presiden Prabowo Subianto mendapat sorotan karena dinilai dapat mengurangi mutu pendidikan, menyebabkan kontraksi ekonomi, dan dinilai tidak efisien mengingat struktur kabinet yang besar.
Mengutip laman UGM pada Senin, 24 Februari 2025, pemangkasan anggaran terjadi di berbagai kementerian hingga ke tingkat pemerintah daerah, termasuk di sektor pendidikan.
Anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dipotong sebesar Rp14,3 triliun dari total Rp56,6 triliun, sementara anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang sebelumnya Rp33,5 triliun dipangkas sebesar Rp8 triliun, sehingga hanya menyisakan Rp25,5 triliun sepanjang tahun.
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Prof Dr R Agus Sartono MBA., memperingatkan bahwa pemotongan anggaran tidak boleh mengabaikan hak-hak guru, dosen, dan tenaga kependidikan.
"Kalau infrastruktur bisa ditunda 1-2 tahun, tetapi hak guru dan dosen tidak mungkin ditunda, termasuk rekrutmen guru dan dosen untuk mengisi yang sudah pensiun. Kalau ini dibiarkan akan terjadi gap," kata Agus Sartono, Senin, 24 Februari 2025.
Menurutnya, jika kesejahteraan guru dan dosen tidak diperhatikan, akan muncul sinyal negatif bagi lulusan terbaik yang ingin meniti karier sebagai tenaga pengajar. "Tanpa pendidikan, tidak akan ada peradaban. Negara maju sudah berkomitmen untuk berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia," ujarnya.
Ia juga menyoroti dampak pemotongan anggaran terhadap program beasiswa seperti KIP Kuliah, beasiswa Daerah 3T, ADik, dan ADEM, yang berperan penting dalam memutus rantai kemiskinan.
"Apabila anggaran beasiswa dipangkas tentunya semakin mempersulit masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan tinggi," tambahnya.
Meskipun pemerintah menyatakan tidak akan menaikkan UKT, Agus memperingatkan bahwa pemangkasan anggaran bisa memaksa PTN menaikkan biaya pendidikan. "Jangan sampai pemangkasan anggaran memaksa PTN menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Jika intervensi pemerintah berkurang tetapi di sisi lain PTN diminta tetap memenuhi kebutuhan dosen dan tenaga kependidikan, maka ini bisa menjadi dilema yang memicu gejolak di kampus," ungkapnya.
Baca Juga: Danantara Dinilai akan Dorong BUMN Lebih Transparan, Tapi Turunkan Efisiensi |