Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto: Medcom.id.
Anggi Tondi Martaon • 28 June 2025 11:13
Jakarta: LBH AP PP Muhammadiyah mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5/P/HUM/2025 yang membatalkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut ekspor pasir laut. Melalui Putusan tersebut, MA melarang Pemerintah melakukan ekspor pasir laut.
"Kami menyampaikan apresiasi dan penghormatan sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung atas terbitnya Putusan Nomor 5 P/HUM/2025, yang menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua LBH AP PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho melalui keterangan tertulis, Sabtu, 28 Juni 2025.
Taufiq menilai putusan tersebut sebagai tonggak penting dalam sejarah peradilan lingkungan Indonesia. Sebab, menegaskan kebijakan pengelolaan laut, termasuk penambangan pasir laut, tidak boleh dilakukan atas nama ekonomi semata.
"Melainkan harus tunduk pada prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan perlindungan ekosistem pesisir yang rentan," ungkap dia.
Menurut dia, MA mempertimbangkan aspek legal standing pemohon yang merupakan seorang warga negara yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat. Hal itu dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dia menilai putusan tersebut memperlihatkan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penataan kebijakan lingkungan berbasis ilmu pengetahuan. MA menyoroti bahwa regulasi pemerintah justru mengaburkan perbedaan antara sedimentasi laut (lumpur) dan pasir laut, serta membuka celah legalisasi penambangan pasir laut skala besar yang berorientasi ekspor, bertentangan dengan semangat pelestarian.
Atas dasar itu, LBH AP PP Muhammadiyah mendesak pemerintah segera mencabut seluruh izin tambang laut dan izin turunan dari PP Nomor 26 Tahun 2023 yang telah dibatalkan MA. Selutruh eksploitasi pasir laut, khususnya di wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir adat harus dihentikan.
Sementara itu, Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah, Ikhwam Fahrojih, mendesak agar kedepan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU dapat dilakukan melalui persidangan yang terbuka. Sehingga menumbuhkan partisipasi publik yang lebih kuat dan luas.
"Di saat yang sama memperkercil potensi penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan pruduk hukum," kata Ikhwam.
Selain itu, dia mengatakan LBH AP PP Muhammadiyah menolak pengelolaan laut yang berorientasi pada kepentingan korporasi. Sebab, berpotensi mengancam kehidupan nelayan tradisional serta ekosistem laut.
"Pengelolaan laut harus berorientasi pada kepentingan rakyat dan lingkungan," ungkap dia.
Dia menyampaikan bakal mengawal implementasi putusan MA tersebut. Sehingga, tidak ada lagi kebijakan terkait penambangan pasir yang dikeluarkan pada masa mendatang.
"Kami akan ikut mengawal implementasi putusan MA ini dan memastikan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang serupa yang dapat mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir," ujar dia.
Dalam pertimbangannya majelis Hakim, kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut. Pasal 56 UU Kelautan tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk kemudian dijual.