Gak Nguntungin, Investasi Energi Baru Terbarukan RI 'Jalan di Tempat'

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Gak Nguntungin, Investasi Energi Baru Terbarukan RI 'Jalan di Tempat'

Insi Nantika Jelita • 24 July 2024 13:42

Jakarta: Dalam laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Unlocking Indonesia's Renewable Energy Investment Potential terungkap, investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia cenderung stagnan dalam tujuh tahun terakhir. Ini disebabkan kebijakan dan regulasi yang dibuat pemerintah dinilai tidak menguntungkan investor.

Organisasi nirlaba yang berfokus pada transisi global itu mencatat Indonesia hanya membukukan investasi USD1,5 miliar atau setara Rp24,3 triliun (Rp16.225) di 2023, yang setara tambahan kapasitas energi terbarukan 574 megawatt (MW).

"Contohnya, persyaratan kontrak dalam investasi energi surya dan angin yang membuat biaya meningkat, investor swasta pun akhirnya enggan menanamkan modal," ujar analis keuangan energi IEEFA Mutya Yustika dalam keterangan resmi, Rabu, 24 Juli 2024.

Laporan IEEFA mengidentifikasi sejumlah hambatan yang menurunkan minat investor membiayai proyek energi terbarukan di Indonesia. Pertama, adanya kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang pengalihan kepemilikan saham proyek energi terbarukan sebelum proyek beroperasi secara komersial (commercial on date/COD).

Kebijakan ini, jelas Mutya, dinilai membatasi kemampuan investor swasta untuk memperoleh tambahan modal dan keahlian teknis selama proses pembangunan proyek.

Kedua, untuk meringankan beban keuangan PLN, pemerintah menetapkan skema delivery or pay atau mewajibkan perusahaan swasta memasok listrik ke PLN dalam jumlah tertentu setiap tahunnya.

Dengan skema ini, investor swasta akan dikenai penalti jika tidak berhasil memenuhi persyaratan ketersediaan atau kapasitas energi yang harus dihasilkan. Hal tersebut dianggap memberatkan investor.
 

Baca juga: Kadin Indonesia Bidik Investasi AS untuk Percepat Transisi Energi Bersih
 

Tidak ada transparansi


Hambatan lainnya, ungkap Mutya, tidak ada transparansi dalam proses lelang proyek energi terbarukan yang digelar PLN, yakni melalui penunjukkan langsung dan pemilihan langsung.

Mengacu Peraturan Presiden No 112 Tahun 2022, proses lelang seharusnya berlangsung selama 90 hari untuk penunjukkan langsung dan 180 hari untuk pemilihan langsung.

Namun, Mutya menuding, tidak ada jaminan proses lelang akan berlangsung sesuai ketentuan, bahkan bisa ditunda atau dibatalkan tanpa penjelasan.

"Negosiasi one on one, linimasa yang tidak jelas, dan proyek-proyek yang tidak disetujui melemahkan proses pengadaan, yang berujung pada menurunkan minat investor," ungkap dia.

Untuk itu, IEEFA mendorong pemerintah Indonesia mengevaluasi kebijakan yang menghambat investasi EBT. Prosedur pengadaan proyek energi terbarukan diminta dibuat secara transparan dan jelas, yang didukung oleh syarat dan ketentuan yang seimbang secara komersial.

Langkah ini, menurutnya, diyakini akan memberikan kepastian bagi investor swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Investor swasta akan tertarik masuk ke pasar energi terbarukan Indonesia jika ada prosedur pengadaan yang jelas dan ringkas, sekaligus pelaksanaan regulasi yang konsisten dan dapat dipercaya," tutup Mutya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)