Ilustrasi LPG 3 Kg. Foto: Dokumen Pertamina
Despian Nurhidayat • 6 September 2024 13:26
Jakarta: Ratusan agen gas LPG 3 kg mengeluhkan tindakan jajaran Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang tetap mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas biaya angkut yang terdapat pada harga eceran tertinggi (HET) atas penyaluran gas LPG 3 kg dari Agen ke Pangkalan.
Jajaran Dirjen Pajak mengenakan pajak tersebut hanya berdasarkan Nota Dinas Nomor: ND-247/PJ/PJ.03/2021 yang diterbitkan pada 22 Desember 2021.
Hal tersebut diungkapkan oleh Cuaca Teger, seorang pengacara pajak yang melakukan advokasi terhadap para agen gas tersebut. Dalam Nota Dinas 247/2021, Dirjen Pajak menganggap biaya angkut yang didapat dari selisih harga eceran tertinggi dengan harga jual eceran merupakan tambahan kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Anggapan Dirjen Pajak tersebut dinilai keliru, karena biaya angkut tersebut bersumber dari Keputusan Pemerintah Daerah (beschikking). Padahal, pemajakan semestinya harus bersumber dari perbuatan-perbuatan hukum (regeling).
Biaya angkut gas subsidi tersebut ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tanpa keputusan pemerintah daerah, agen gas LPG 3 kg tidak dapat menerapkan biaya angkut tersebut dari pembeli gas.
Tindakan Dirjen Pajak memajaki biaya angkut yang bersumber dari keputusan pemkab tersebut membuktikan Dirjen Pajak memajaki obyek-obyek di luar undang-undang.
"Dalam teori dikenal dengan no taxation without representation (tidak ada pajak tanpa undang undang) atau taxation without representation is robbery (pajak tanpa undang undang adalah perampokan)," ungkap Cuaca dikutip dari keterangan resmi, Jumat, 6 September 2024.
Baca juga: Pajak Naik 12%, Barang dan Jasa Tidak Kena PPN |