Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Foto: Istimewa.
Despian Nurhidayat • 26 September 2024 11:02
Jakarta: Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengaku tengah berdiskusi dengan para pelaku usaha terkait polemik kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan PP Nomor 28 Tahun 2024. Sebab, kebijakan tersebut diprotes dan ditolak hingga saat ini.
Budi menyampaikan pihaknya tengah mengkaji kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek bersama mitra bisnis Kemenkes. Pihaknya juga telah mengajak diskusi asosiasi usaha untuk membahas aturan tersebut.
"Ya memang itu sedang dikaji. Kami sedang mengajak diskusi mitra bisnis kita,” kata Budi saat dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 26 September 2024.
Kendati tengah dikaji, public hearing resmi Kementerian Kesehatan untuk RPMK terkait produk tembakau tercatat baru dilakukan satu kali. Sejauh ini, tidak ada jadwal resmi yang diumunkan Kemenkes untuk sesi public hearing lanjutan dalam rangka menanggapi masukan-masukan yang disampaikan berbagai pihak.
Sebelumnya, sejumlah perwakilan pelaku usaha, industri, petani dan, peritel lantang memprotes protes keras terhadap wacana standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek yang dimuat dalam RPMK. Aturan ini dinilai akan mengancam keberlangsungan usaha dan masyarakat luas.
Bahkan beleid penuh polemik ini turut berdampak signifikan pada risiko koreksi perekonomian nasional. Salah satunya bayangan hilangnya lapangan pekerjaan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) misalnya, telah mengingatkan pemerintah terkait pasal-pasal yang bermasalah dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 dan RPMK. Kedua aturan ini dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem industri hasil tembakau.
Wakil Ketua Umum Apindo, Franky Sibarani, menyoroti wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik yang tertuang dalam RPMK. Serta ketentuan dalam PP meliputi zonasi larangan penjualan dan iklan hingga aturan batasan tar nikotin yang akan menghantam keberlangsungan industri, pelaku usaha kecil, serta konsumen.
"Kita sudah melakukan berbagai koordinasi dan kajian, di mana sebenarnya aturan-aturan ini cukup memberatkan bagi multi sektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen. Dalam hal ini tentu kita diminta untuk secara aktif memberi masukan dalam konteks dikeluarkannya peraturan menteri turunannya," kata Franky.