Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Jakarta: Ide terkait pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) atau pulau sampah di Jakarta Utara yang datang dari Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dipertanyakan.
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, mengatakan ide tersebut tidak memiliki dasar yang kuat untuk direalisasikan.
"Ide tersebut membuktikan Pj Gubernur Heru Budi kewalahan dan gagal mengatasi masalah sampah di Jakarta sehingga mencoba mencari pengalihan untuk menutupi kegagalan itu," kata Ali dalam keterangan pers, Senin, 26 Agustus 2024.
Ali menjelaskan meski telah diambil berbagai langkah dan kebijakan untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta, penumpukan masih menjadi masalah serius yang belum terpecahkan.
Berdasarkan data capaian kinerja pengelolaan sampah di SIPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah di DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir terus naik, sedangkan jumlah sampah yang tertangani semakin berkurang.
Mengutip data SIPN, sepanjang 2023 timbulan sampah di DKI Jakarta meningkat menjadi 3,14 juta ton, dari sebelumnya 3,11 juta ton pada tahun 2022. Sedangkan jumlah sampah yang dikelola turun dari 2,29 juta ton menjadi 2,27 juta ton pada tahun yang sama.
Ali menilai program penanganan sampah di DKI Jakarta tidak sesuai dengan praktik terbaik (best practice) di kota-kota besar di dunia.
Heru Budi yang masih mendorong pembangunan fasilitas pabrik pengolah sampah dengan metode Refused-Derived Fuel (RDF) di Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat dan di Rorotan, Jakarta Utara dinilai tidak tepat untuk kota sebesar Jakarta.
“RDF plant hanya cocok untuk kota kecil dengan volume sampah terbatas, karena RDF hanya dapat mengolah sampah 30%, sisanya menjadi residue yang harus diolah kembali,” jelasnya.
Dengan volume sampah yang besar hingga sekitar 8.000 ton per hari, menurut Ali, pemprov DKI Jakarta perlu mengatasi timbulan sampah yang terus meningkat dengan teknologi insenerator atau pembakaran tuntas dan cepat seperti di kota-kota besar di dunia seperti di Jepang, Singapura, dan sejumlah negara maju lainnya.
"Dengan teknologi insenerator yang sekarang semakin maju dan dikategorikan lebih ramah lingkungan, sampah habis diurai dan diolah, bahkan bisa dikonversi menjadi energi listrik," ujar Ali.