Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro. Foto: Medcom.id/Siti Yona.
Siti Yona Hukmana • 16 August 2023 10:52
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri melibatkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengusut kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun. Pelibatan Densus guna mendalami dugaan keterkaitan dengan tindak pidana terorisme.
"Kita tetap berkoordinasi dengan rekan-rekan Densus 88, apakah ada keterkaitan yang lainnya atau tidak. Tapi sampai saat ini masih belum ada," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Agustus 2023.
Djuhandhani mengatakan pihaknya menggeledah Ponpes Al Zaytun dalam proses penyidikan beberapa waktu lalu. Sejumlah barang bukti disita dalam rangka penyidikan.
"Kita tentu saja mendapatkan hal-hal yang berkaitan dengan proses penyidikan yaitu terkait dengan barang bukti seperti baju yang dipakai, kursi yang digunakan, kemudian alat merekam tentu saja untuk keperluan penyidikan," ungkap jenderal bintang satu itu.
Selain itu, penyidik telah memberkas perkara penistaan agama dan ujaran kebencian Panji. Total 59 saksi telah diperiksa. Rinciannya, 41 saksi dan 18 saksi ahli. Berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini.
Menurut dia, jaksa penuntut umum (JPU) akan melakukan penelitian setelah menerima berkas tersebut. Guna mengetahui sejauh mana penyidikan yang telah dilakukan penyidik Dittipidum Bareskrim Polri.
"Kemudian, hal ini tugas selanjutnya perkembangan selanjutnya akan disampaikan oleh kejaksaan," ujar Djuhandhani.
Panji Gumilang ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan dari pukul 15.00-19.30 WIB, Selasa, 1 Agustus 2023. Polisi mengantongi tiga barang bukti dan satu surat berupa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai penguat dalam penetapan tersangka.
Panji ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pemimpin ponpes terbesar di Indramayu, Jawa Barat itu dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.