Jet tempur Gripen buatan Swedia. Foto:Sweden Armed Forces
Muhammad Reyhansyah • 23 October 2025 18:27
Stockholm: Swedia, anggota baru NATO, menyatakan kesiapannya menjual hingga 150 jet tempur tercanggihnya kepada Ukraina, menjadikannya tawaran pertama dari negara anggota aliansi yang melibatkan jumlah pesawat besar bagi Kyiv. Langkah ini dinilai dapat mengubah dinamika kekuatan udara dalam perang melawan Rusia.
Kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu, 22 Oktober 2025 oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson berbentuk surat pernyataan kerja sama (letter of understanding), yang berarti rincian terkait harga, jadwal pengiriman, dan total pesawat antara 100 hingga 150 unit Gripen-E masih dalam tahap pembahasan.
Dalam pernyataan di platform X yang dikutip CNN, Kamis, 23 Oktober 20225, Zelensky menyebut kesepakatan tersebut sebagai “babak baru yang penting dalam hubungan antara Ukraina dan Swedia serta keamanan Eropa secara keseluruhan.”
Ia menambahkan, “Pesawat ini luar biasa, platform penerbangan kuat yang mampu menjalankan berbagai misi.”
Kristersson dalam pernyataannya mengatakan, “Kesepakatan ini akan memperkuat Ukraina, Swedia, dan juga Eropa.”
Swedia resmi bergabung dengan NATO pada 2024 bersama Finlandia, mengakhiri dekade panjang kebijakan non-blok mereka. Keputusan itu didorong langsung oleh invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Sejak perang dimulai, Ukraina mengandalkan armada pesawat era Soviet yang sudah usang. Beberapa negara Barat memang telah mengirim pesawat F-16 dan Mirage, namun jumlah dan kemampuan mereka masih jauh dari cukup untuk menandingi keunggulan udara Rusia. Oleh karena itu, tawaran Swedia ini dipandang sebagai salah satu langkah paling signifikan bagi modernisasi kekuatan udara Ukraina.
Gripen-E Dikenal Tangguh, Murah, dan Adaptif
Jet tempur Gripen-E buatan Saab dikenal tangguh, efisien, dan mudah dioperasikan di berbagai kondisi ekstrem, termasuk di pangkalan darurat seperti jalan raya atau landasan tanah, kemampuan yang sangat relevan untuk kebutuhan Ukraina.
Model Gripen pertama dikembangkan pada akhir 1980-an, namun varian E yang baru saja dioperasikan Angkatan Udara Swedia bulan ini memiliki peningkatan besar di berbagai aspek. Militer Swedia menyebut Gripen-E “pada banyak hal merupakan tipe pesawat baru,” dengan sistem radar dan komunikasi yang diperbarui, sensor lebih canggih, serta kemampuan meluncurkan beragam senjata terbaru.
Saab menggambarkan Gripen-E sebagai “pengubah permainan,” berkat teknologi jaringan sensor dan koordinasi peluncuran rudal antarpesawat, ditambah dengan kemampuan kecerdasan buatan (AI) yang tertanam di dalam sistemnya. Setiap unit Gripen-E dilengkapi sepuluh titik pengait (
hard points) untuk membawa rudal udara-ke-udara maupun udara-ke-darat.
Pilot Ukraina diyakini akan cepat beradaptasi karena telah menjalani latihan dengan simulator dan versi lama Gripen, menurut Kepala Komunikasi Angkatan Udara Ukraina kepada RBC-Ukraine. Sejumlah pengamat bahkan menilai Ukraina mungkin menerima model lama terlebih dahulu sambil menunggu varian E yang dijadwalkan tiba sekitar tiga tahun mendatang.
Namun, Zelensky menyampaikan harapan agar Ukraina dapat mulai mengoperasikan Gripen secepatnya pada tahun depan. “Bagi militer kami, Gripen adalah prioritas,” ujar Zelensky.
Jika kesepakatan terealisasi sepenuhnya, Ukraina akan menjadi operator terbesar Gripen-E di dunia. Saat ini, selain Swedia, negara seperti Brasil, Ceko, Hungaria, Afrika Selatan, dan Thailand telah mengoperasikan berbagai varian Gripen.
Kesepakatan ini diumumkan hanya beberapa hari setelah Zelensky gagal mendapatkan rudal jelajah jarak jauh Tomahawk dari Presiden AS Donald Trump. Trump menolak permintaan itu dengan alasan waktu pelatihan yang panjang, mengatakan bahwa “rudal Tomahawk memerlukan pelatihan minimal enam bulan hingga satu tahun untuk dikuasai karena sistemnya sangat kompleks.”