Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono. Foto: Istimewa.
Bogor: Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menekankan pentingnya penguatan tata kelola dalam pengembangan energi panas bumi di PLTP Gunung Salak. Seluruh aspek harus menjadi perhatian pemangku kebijakan terkait.
Hal ini disampaikan Ibas dalam kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Listrik Komisi XII DPR RI ke lokasi pengembangan proyek panas bumi yang dikelola PT Star Energy Geothermal Salak (SEGS).
"Kawasan hijau ini telah menjadi sumber energi hijau yang strategis. PLTP Gunung Salak adalah salah satu tulang punggung pasokan listrik Jawa–Bali, sehingga seluruh aspek teknis, sosial, lingkungan, dan regulasi harus kita kawal bersama," ujar Ibas dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.
Setidaknya ada empat hal yang menjadi catatan Panja. Pertama, soal transparansi sosialisasi. Panja mencatat proses sosialisasi terkait rencana pengeboran sumur baru di Pamijahan masih perlu disampaikan secara lebih jelas, terbuka, dan inklusif.
"Setiap proyek energi baru terbarukan harus memiliki legitimasi publik yang kuat. Transparansi adalah kunci," tegas Ibas.
Kedua, soal koordinasi pemerintah daerah dan pusat. Ibas mengatakan masih terdapat informasi bahwa pemerintah daerah belum sepenuhnya menerima penjelasan lengkap terkait kegiatan pengeboran.
"Diperlukan koordinasi yang tepat dan menyeluruh dalam setiap proyek strategis energi, hingga tingkat daerah," ujar Ibas.
Ketiga, mitigasi lingkungan dan geohazard. Gunung Salak merupakan kawasan konservasi dengan potensi risiko seperti longsor, perubahan air tanah, dan getaran seismik. Panja ingin memastikan monitoring risiko, mekanisme mitigasi, serta jaminan keselamatan masyarakat berjalan secara akurat dan konsisten.
Keempat soal kebutuhan data teknis. Ibas menekankan perlunya data rinci terkait kapasitas pembangkit, efisiensi, kinerja sumur, dan rencana ekspansi guna menjaga keandalan pasokan listrik nasional. Panja juga menyoroti pentingnya penguatan koordinasi dengan PT PLN Indonesia Power dalam stabilitas penyerapan listrik dan keandalan jaringan.
Ilustrasi. Pembangkit listrik energi panas bumi. Dok Istimewa.
Rekomendasi Panja Listrik
Ibas mengingatkan Indonesia pernah memiliki contoh keberhasilan besar dalam kebijakan
energi, yaitu program konversi minyak tanah ke LPG pada 2007–2010 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Program ini menyalurkan 44,6 juta paket LPG, menghemat Rp19,34 triliun, dan mendorong tumbuhnya industri nasional peralatan gas.
"Kebijakan energi yang tepat dapat melahirkan industrialisasi dan kemakmuran nyata bagi rakyat. Kita ingin pengembangan panas bumi di Gunung Salak memberikan multiplier effect yang sama," ujar Ibas.
Panja Listrik memberikan empat rekomendasi utama bagi pengembangan energi baru terbarukan ke depan. Keempatnya, percepatan izin yang akuntabel, penguatan transparansi data operasional, peningkatan koordinasi dan alur informasi antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat, serta kepastian investasi berkelanjutan dan penyaluran dana produksi maupun CSR yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.
"Panas bumi bukan hanya sumber listrik, tetapi harus menjadi sumber keadilan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat," tutur Ibas.