Editorial MI: Membedah Gurita Mafia Tanah

Ilustrasi mafia lahan. Foto: MI.

Editorial MI: Membedah Gurita Mafia Tanah

Media Indonesia • 12 November 2025 05:54

DUGAAN penyerobotan tanah yang menimpa Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla bukanlah tamparan baru bagi negara. Kasus JK hanya menegaskan bahwa negara memang masih kepayahan melawan mafia tanah.

Kalaupun ada yang mengejutkan, kasus JK tersebut semakin jelas menunjukkan kekuatan besar di balik mengguritanya mafia tanah di Indonesia. Beragam praktik kecurangan itu diduga kuat berhulu pada raksasa-raksasa berwajah pengembang.

Pada kasus JK, tanah seluas 16,4 hektare miliknya diduga dicaplok oleh PT GMTD yang bergerak di sektor properti dan real estat. Salah satu pemegang saham GMTD menegaskan bahwa permasalahan sengketa tanah dengan JK tidak ada hubungan dengan pihaknya

Baca juga: Jusuf Kalla Murka Tanahnya Hendak Dirampok Mafia Tanah

Akan tetapi, dari penuturan JK tergambar dugaan praktik penjualan tanah yang melibatkan mafia dengan banyak kasus. PT GMTD disebut JK membeli tanah dari orang yang telah meninggal pada 2016. Pada 2012 pun, nama orang yang meninggal tersebut telah terseret sekitar 61 kasus sengketa tanah di Makassar. Di situlah hal-hal misterius banyak ditemukan.

Namun, lagi-lagi, pertanyaannya bagaimana semua hal misterius itu bisa mulus dan melewati segala sesuatu yang prosedural? Dari kasus JK pun diduga kuat aroma keterlibatan oknum-oknum penyelenggara negara, baik di institusi eksekutif maupun di yudikatif, ikut bermain.

Wapres ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK). Foto: Metrotvnews.com/Kautsar.

Pasalnya, prosedur pengukuran lahan diduga tidak dijalankan. Tita-tiba sudah ada perintah eksekusi lahan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Kota Makassar.

Jika berkaca dari kasus-kasus mafia tanah yang mencuat di sekitar lima tahun belakangan, kita bisa menarik benang merah bahwa kondisi yang terjadi saat ini adalah bentuk kekalahan negara yang semakin telak. Sejak 2021, dengan kasus yang menimpa mantan Menlu Dino Patti Djalal dan aktris Nirina Zubir, kita sudah melihat bagaimana sindikat mafia tanah melibatkan banyak pejabat pembuat akta tanah.

Meski di dua kasus itu tidak terungkap keterlibatan oknum BPN, mudahnya penerbitan sertifikat baru tanpa bukti akta jual beli menunjukkan betapa bobroknya sistem verifikasi pertanahan kita.
Baca juga: PN Makassar Bantah Telah Eksekusi Pengosongan Lahan di Tanjung Bunga

Maka, yang terjadi saat ini ibarat petaka yang dituai sendiri. Tidak adanya perbaikan sistem berpadu dengan praktik kotor di berbagai lini.

Perang melawan mafia tanah tidak bisa hanya menjadi perang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Perang ini membutuhkan reformasi sistem dan kelembagaan lintas sektor. Oleh karena itu, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga harus benar-benar bersatu menanganinya.

Tanpa memenangi perang saat ini, tidak hanya sistem pertanahan yang semakin rusak, tapi akan berbuah pula pada kesewenangan dan penindasan di banyak sektor lain. Saatnya negara menunjukkan taring di depan para mafia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)