Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 21 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Putusan Nomor 133/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/9).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa para pemohon, yakni Leon Maulana Mirza Pasha (advokat) dan Zidane Azharian Kemalpasha (mahasiswa), memang telah menguraikan kualifikasi sebagai warga negara yang dijamin UUD 1945. Namun, keduanya tidak dapat membuktikan adanya kerugian konstitusional akibat berlakunya pasal yang diuji.
“Pemohon I dan Pemohon II tidak memiliki anggapan kerugian akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan. Dengan demikian, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan Pemohon I dan Pemohon II tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo,” ucap Enny saat membacakan pertimbangan putusan, dikutip Rabu, 17 September 2025.
Enny menjelaskan meskipun MK berwenang memeriksa permohonan tersebut. Syarat kedudukan hukum pemohon tetap harus terpenuhi.
“Meskipun Mahkamah berwenang dalam mengadili permohonan, namun karena para Pemohon perkara tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan para Pemohon lebih lanjut,” tegasnya.
Sebelumnya, para pemohon mendalilkan bahwa ketentuan pendidikan minimal Sekolah Menengah Umum (SMU) atau sederajat bagi calon anggota Polri tidak sesuai dengan tuntutan profesionalisme kepolisian di era modern.
Mereka menilai fungsi kepolisian tidak hanya bersifat fisik dan administratif, tetapi juga membutuhkan penguasaan ilmu hukum, kriminologi, psikologi, sosiologi, teknologi informasi, hingga komunikasi publik.
“Sejatinya tamatan SMA tidak buruk, tetapi masih belum matang untuk mengemban tugas berat. Pendidikan saat SMA hanya berfokus pada kewarganegaraan, lembaga negara, dan budi pekerti. Belum mempelajari lebih dalam soal perbandingan hukum, hak konstitusional, analisis delik pidana, dan sebagainya,” demikian argumentasi Pemohon yang dibacakan dalam sidang.
Para pemohon juga berpendapat bahwa aparat kepolisian sebagai penegak hukum seharusnya memiliki standar akademik setara dengan penegak hukum lainnya.
Jika pasal a quo tetap dipertahankan, mereka menilai hal itu bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menegaskan peran kepolisian sebagai alat negara penegak hukum yang melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menjaga ketertiban umum.
Dengan putusan ini, MK menegaskan pendidikan minimal calon anggota Polri tetap ditetapkan pada tingkat SMA atau sederajat sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d UU Kepolisian.