Pasukan Inggris Siap Dikirim ke Ukraina, Rusia Tolak dengan Tegas

Pasukan Inggris. (BBC)

Pasukan Inggris Siap Dikirim ke Ukraina, Rusia Tolak dengan Tegas

Riza Aslam Khaeron • 19 February 2025 17:05

London: Ketegangan antara Rusia dan Barat semakin meningkat setelah Donald Trump secara tiba-tiba Amerika Serikat (AS) akan melakukan perundingan akhir perang Rusia-Ukraina di Riyadh, Arab Saudi tanpa kehadiran Ukraina maupun Eropa yang menjadi aktor-aktor utama dalam perang yang telah berlangsung selama 3 tahun tersebut.

Ditengah tindakan yang disebut 'penghianatan' oleh sekutu-sekutu barat, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer sebelumnya mengutarakan komitmen negaranya untuk mengirimkan pasukan Peacekeeping ke Ukraina.

Baru-baru militer kerajaan tersebut merespons kesiapan mereka, namun menanggapi wacana tersebut dengan menegaskan kembali penentangan mereka terhadap kehadiran pasukan negara-negara aliansi NATO di Ukraina.
 

Starmer Nyatakan Siap Kirim Pasukan ke Ukraina

Dalam pernyataan yang dimuat oleh The Daily Telegraph, Keir Starmer menegaskan bahwa ia "siap dan bersedia" menempatkan pasukan Inggris di Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan perdamaian.

“Saya tidak mengatakan ini dengan enteng,” ujar Starmer seperti dikutip oleh BBC News, Senin 17 Februari 2025. “Saya merasakan tanggung jawab yang mendalam terhadap kemungkinan menempatkan personel militer Inggris dalam bahaya.”

Ia menambahkan bahwa memastikan keamanan Ukraina adalah bagian dari tanggung jawab global untuk mencegah agresi lebih lanjut dari Rusia.

“Akhir dari perang Rusia di Ukraina, ketika terjadi, tidak boleh hanya menjadi jeda sementara sebelum Putin menyerang lagi,” tegasnya.

Starmer menekankan bahwa pasukan Inggris bisa ditempatkan bersama pasukan negara-negara Eropa lainnya di wilayah perbatasan antara Ukraina dan Rusia untuk memastikan keamanan di kawasan tersebut. Ia juga menyatakan bahwa keterlibatan Amerika Serikat dalam menjamin keamanan Ukraina sangat penting.

“Jaminan keamanan dari AS sangatlah esensial untuk perdamaian jangka panjang, karena hanya AS yang bisa menghalangi Putin untuk menyerang lagi,” katanya.

Selain itu, mantan Kepala Angkatan Darat Inggris, Lord Dannatt, mengingatkan bahwa pengiriman pasukan Inggris ke Ukraina akan membawa konsekuensi yang signifikan dan memerlukan peningkatan anggaran pertahanan.

“Sejujurnya, kita tidak memiliki jumlah pasukan dan perlengkapan yang cukup untuk menempatkan kekuatan besar di daratan untuk jangka waktu lama saat ini,” ujarnya kepada BBC.

Sejumlah pejabat juga menyatakan bahwa misi ini harus memiliki mandat yang jelas untuk memastikan gencatan senjata tetap berlaku. Mantan kepala MI6, Sir John Sawers, menegaskan bahwa setiap operasi penjaga perdamaian yang dikirim ke Ukraina harus memiliki perintah yang tegas dan dapat dijalankan secara efektif.

Keputusan Starmer ini juga mendapat respons dari negara-negara Eropa. Pertemuan darurat di Paris yang dipimpin oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron turut membahas kemungkinan pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina.

Starmer hadir dalam pertemuan tersebut bersama para pemimpin dari Jerman, Italia, Polandia, Spanyol, Belanda, dan Denmark untuk mendiskusikan langkah-langkah lebih lanjut.
 

Pasukan Inggris: "Sepenuhnya Siap" untuk Ukraina

Mengutip BBC pada 19 Februari 2025, Militer Inggris juga menyatakan kesiapannya untuk diterjunkan ke Ukraina jika diperlukan. Brigadir Andy Watson, yang memimpin latihan militer NATO Steadfast Dart di Rumania, menegaskan bahwa pasukannya "sepenuhnya siap" untuk diterjunkan.

“Jelas, paket kekuatan apa yang akan dikirimkan akan bergantung pada keputusan perdana menteri dan Kementerian Pertahanan,” ujarnya.

Sebanyak 2.500 tentara Inggris dari Divisi Pertama, pasukan dengan kesiapan tinggi, telah berpartisipasi dalam latihan NATO tersebut. Latihan ini dirancang untuk menguji seberapa cepat pasukan sekutu dapat merespons ancaman terhadap anggota aliansi.

Watson menegaskan bahwa meskipun Inggris siap, misi ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan sendirian.

“Saya pikir perdana menteri sudah sangat jelas bahwa Inggris akan berkontribusi dalam upaya ini, tetapi sama sekali tidak melakukannya sendirian,” ujar Watson.

Latihan Steadfast Dart yang diikuti oleh lebih dari 10.000 personel dari delapan negara Eropa ini bertujuan untuk menunjukkan kesiapan NATO dalam menghadapi ancaman eksternal. Inggris, dalam latihan tersebut, mengerahkan lebih dari 700 kendaraan militer dan melakukan simulasi perang yang mencakup skenario pertempuran perkotaan dan pertahanan terhadap serangan udara.

Kolonel Gordon Muir dari Royal Scots Dragoon Guards menambahkan bahwa pasukan Inggris memiliki pengalaman signifikan dalam operasi militer di zona konflik.

“Kami telah bekerja sama dengan pasukan sekutu di berbagai misi, dan kesiapan kami untuk dikerahkan ke Ukraina sangat tinggi,” katanya.

Namun, ada kekhawatiran tentang jumlah pasukan yang tersedia. Saat ini, jumlah tentara reguler Inggris hanya sekitar 70.000, jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan pada saat operasi di Afghanistan dan Irak. Brigadir Watson mengakui bahwa jika Inggris diminta untuk menempatkan pasukan dalam jumlah besar di Ukraina, hal itu akan menjadi tantangan besar bagi struktur militer saat ini.

Meskipun demikian, beberapa anggota pasukan mengungkapkan kesiapan mereka untuk dikirim ke Ukraina jika diperlukan. “Kami bergabung dengan militer untuk tujuan ini, jadi ya, saya pikir kami siap,” ujar Lance Corporal Lewis Antwis, yang telah mengikuti beberapa misi pelatihan NATO sebelumnya.
 
Baca Juga:
Erdogan Tegaskan Integritas Wilayah dan Kedaulatan Ukraina Tidak Bisa Dibantah
 

Rusia Tolak Keras Rencana Inggris

Menanggapi rencana Starmer, Presiden Rusia dengan tegas menolak kehadiran pasukan Inggris di Ukraina.

“Kami menjelaskan hari ini bahwa kemunculan angkatan bersenjata dari negara-negara NATO, meskipun dengan bendera palsu—di bawah bendera Uni Eropa atau bendera nasional—tidak mengubah apapun,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, mengutip The Independent, Rabu, 19 Februari 2025.

Rusia memperingatkan bahwa mereka tidak akan mentoleransi keberadaan pasukan NATO di Ukraina, baik dalam bentuk misi perdamaian maupun operasi keamanan lainnya. Ia menegaskan bahwa setiap langkah semacam itu akan dianggap sebagai provokasi besar yang dapat memperburuk konflik.

“Kehadiran pasukan asing di tanah Ukraina hanya akan memperburuk situasi dan mengarah pada eskalasi lebih lanjut yang tidak diinginkan,” katanya.

Selain itu, pertemuan antara pejabat tinggi AS dan Rusia di Riyadh menunjukkan bahwa Rusia berupaya mengamankan kepentingannya dengan menghalangi campur tangan militer Barat di Ukraina. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menegaskan bahwa usulan NATO untuk menempatkan pasukan di Ukraina adalah garis merah yang tidak bisa dilanggar oleh Barat.

Lavrov juga memperingatkan bahwa Rusia akan mengambil langkah tegas jika kehadiran pasukan asing di Ukraina menjadi kenyataan.

“Ini bukan hanya ancaman bagi keamanan Rusia, tetapi juga terhadap stabilitas Eropa secara keseluruhan,” ujar Lavrov dalam wawancara dengan media Rusia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)