Ilustrasi. Foto: dok MI.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini kembali mengalami penguatan, meski tipis. Bahkan mata uang Garuda tersebut kembali ke level Rp16.200-an setelah berhari-hari bertengger di level Rp16.200-an per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 24 Juli 2025, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.295 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat tipis delapan poin atau setara 0,05 persen dari posisi Rp16.303 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat delapan poin, sebelumnya sempat menguat 25 poin di level Rp16.295 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.303 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp16.283 per USD. Rupiah naik 10 poin atau setara 0,06 persen dari Rp16.293 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.283 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 15 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.298 per USD.
Pasar pantau perundingan tarif AS-Uni Eropa
Ibrahim mengungkapkan pergerakan nilai tukar rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen pasar yang sedang memantau perkembangan perundingan perdagangan Amerika Serikat (AS)-Uni Eropa, menyusul kesepakatan tarif Presiden AS Donald Trump dengan Jepang.
Perjanjian tarif AS-Jepang tersebut menurunkan bea masuk impor otomotif dan membebaskan Tokyo dari pungutan baru dengan imbalan paket investasi dan pinjaman senilai USD550 miliar yang ditujukan ke AS.
Dua diplomat Eropa mengatakan Uni Eropa dan AS sedang bergerak menuju kesepakatan perdagangan yang dapat mencakup
tarif dasar AS sebesar 15 persen untuk barang-barang Uni Eropa dan kemungkinan pengecualian, yang berpotensi membuka jalan bagi perjanjian perdagangan besar lainnya.
Selain itu, fokus pasar hari ini adalah data Klaim Pengangguran Awal mingguan dan rilis Indeks Manajer Pembelian (PMI) dari AS, zona Euro, dan Inggris, dengan investor mencermati tanda-tanda ketahanan atau pelemahan ekonomi global.
"Data ini akan memberikan wawasan baru tentang aktivitas manufaktur dan jasa untuk periode Juli, dan dapat memengaruhi tentang ekspektasi kebijakan suku bunga," papar Ibrahim.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Ketar-ketir pertumbuhan ekonomi RI
Di sisi lain, Ibrahim menilai para ekonom menilai belanja jumbo yang pemerintah rancang dalam APBN 2026 belum tentu mampu mengerek pertumbuhan ekonomi sesuai harapan, yakni di rentang 5,2 persen hingga 5,8 persen.
"Anggaran belanja pemerintah yang terus bertambah dan diprediksikan mencapai Rp3.820 triliun, tentu memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Utamanya jika difokuskan pada sektor-sektor strategis," tutur Ibrahim.
Program prioritas 2026 seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, hingga UMKM, memang memberikan efek pengganda terhadap ekonomi nasional. Namun, menurut dia, dalam praktiknya terdapat sejumlah tantangan struktural yang masih membayangi efektivitas belanja pemerintah sebagai instrumen pendorong pertumbuhan.
Sama seperti tahun ini, dengan anggaran belanja yang mencapai Rp3.621,3 triliun dan sangat ambisius, realisasinya justru lambat karena proses perencanaan yang tidak cukup matang. Bahkan Kementerian dan lembaga (K/L) sering kali belum siap secara teknis dan administratif untuk langsung mengeksekusi anggaran di awal tahun.
Hal ini menyebabkan penyerapan anggaran baru mulai menggeliat di kuartal III-2025, padahal untuk mendorong pertumbuhan, stimulus fiskal seharusnya dilakukan secara merata sepanjang tahun. Belum lagi, kebijakan automatic adjustment alias blokir anggaran yang kerap diterapkan ketika penerimaan negara tidak sesuai target.
"Ketika penerimaan tertekan, belanja K/L bisa terkena refocusing atau pemangkasan secara mendadak. Dalam situasi seperti ini, belanja yang semula dirancang sebagai pendorong pertumbuhan bisa kehilangan efektivitasnya karena proyek-proyek penting terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan," jelas Ibrahim.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan Jumat besok akan bergerak secara fluktuatif dan kemungkinan besar akan menguat lagi.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.240 per USD hingga Rp16.300 per USD," jelas Ibrahim.