Polisi Periksa Ahli Agama dari Kemenag hingga MUI di Kasus Panji Gumilang Esok

Pimpinan Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang. (MI/Sumaryanto Bronto)

Polisi Periksa Ahli Agama dari Kemenag hingga MUI di Kasus Panji Gumilang Esok

Siti Yona Hukmana • 12 July 2023 18:48

Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri terus memeriksa saksi ahli dalam kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun. Penyidik melanjutkan pemeriksaan ahli agama pada Kamis, 13 Juli 2023.

"Ahli agama dari Kemenag (Kementerian Agama), NU (Nahdlatul Ulama), Muhamdiyah dan MUI (Majelis Ulama Indonesia)," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada Medcom.id, Rabu, 12 Juli 2023.

Ramadhan menyebut penyidik juga memeriksa ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta ahli Sosiologi. Namun, dia tak menyebut identitas para saksi ahli tersebut.

Pemeriksaan saksi ahli ini mencari alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka. Selain itu, penyidik juga menunggu hasil laboratorium forensik terkait barang bukti yang diuji.

"Terkait penetapan tersangka, saat ini Polri masih menunggu hasil dari Puslabfor Bareskrim Polri berdasarkan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan," ujar Ramadhan.

Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Unsur pidana ini diketahui dari penyelidikan berbekal dua laporan polisi yang masuk ke Bareskrim Polri. Dua laporan itu adalah LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 23 Juni 2023 dan LP/B/169/VI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI 27 Juni 2023. Dengan persangkaan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)