Standar Garis Kemiskinan Bank Dunia Dinilai Lebih 'Real' Ketimbang BPS

Ilustrasi penduduk miskin. Foto: Medcom.id

Standar Garis Kemiskinan Bank Dunia Dinilai Lebih 'Real' Ketimbang BPS

Husen Miftahudin • 11 June 2025 19:35

Jakarta: Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda meminta pemerintah untuk mulai menggunakan standar Bank Dunia (World Bank) bagi lower middle income country untuk poverty rate sebesar USD3,65 per hari atau Rp61 ribu per hari untuk mengategorikan garis kemiskinan.
 
"Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan angka Badan Pusat Statistik (BPS), tapi lebih menggambarkan kondisi kemiskinan di Indonesia. Selama ini orang dengan pengeluaran Rp25 ribu per hari dikategorikan tidak miskin, padahal Rp25ribu per hari itu sudah sulit. Makanya UMR di beberapa daerah masih dianggap wajar karena perhitungan kemiskinan BPS yang sudah tidak relevan lagi," ujar Huda saat dihubungi, Rabu, 11 Juni 2025.
 
Jika menggunakan angka garis kemiskinan dari Bank Dunia sebesar Rp115 ribu per hari atau USD6,85 per hari, Huda menyebut jumlah penduduk miskin Indonesia melonjak drastis. Data BPS, sambung Huda, menggunakan standar sendiri berupa Rp595 ribu per bulan dengan angka kemiskinan di angka 8,57 persen. Apabila menggunakan standar Bank Dunia untuk upper middle income country (Rp115 ribu per hari), kemiskinan ada di angka 60,3 persen.
 
"Pemerintah tetap menggunakan angka BPS karena terkait dengan bantuan sosial yang diberikan. Jika menggunakan standar World Bank, anggaran kita untuk bansos bisa jebol. Di tengah kebutuhan anggaran untuk program unggulan Prabowo yang besar, sulit untuk melihat pemerintah mengkaji angka kemiskinan kembali," bebernya.
 

Baca juga: Ini Penjelasan Lengkap soal Perbedaan Angka Kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS


(Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Medcom.id)
 

Perbaiki data

 
Huda menyebut, ketika angka kemiskinan tidak digambarkan dengan baik oleh BPS, maka yang terjadi adalah banyaknya target penerima bantuan yang salah sasaran. Ia menyampaikan penyaluran bansos sekarang memang sangat bermasalah di mana terdapat dua kondisi masalah penyaluran bansos.
 
"Pertama adalah exclusion error, orang yang seharusnya dapat, malah tidak dapat bansos. Kedua adalah inclusion error, orang yang seharusnya tidak dapat malah dapat. Keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal," tutur Huda.
 
"Maka dari itu, yang paling utama adalah data harus diperbaiki. Kondisi ini akan terus terjadi ketika data kemiskinan kita tidak menggambarkan kondisi riil yang ada," jelas dia menambahkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)