Kasatgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membongkar kasus produksi MinyaKita tak sesuai takaran dan menjual di atas harga eceran tertinggi (HET) di PT Artha Eka Global Asia, Sukamaju, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Pemilik perusahaan ditetapkan tersangka.
"Dalam perkara ini penyidik telah menetapkan satu orang sebagai tersangka dengan inisial AWI yang berperan sebagai pemilik dan penanggung jawab kegiatan usaha," kata Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri itu mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari inspeksi mendadak (sidak) Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dengan Satgas Pangan Polri di Pasar Jaya, Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada Sabtu, 8 Maret 2025. Pada sidak itu ditemukan MinyaKita kemasan botol ukuran 1 liter tidak sesuai takaran dan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).
"Kemudian dilakukan pengecekan, diuji untuk ukuran isi yang ada dalam kemasan botol maupun pouch, ternyata isinya hanya 700 mililiter sampai dengan 800 mililiter. Berbeda dengan yang tertera di kemasan yaitu 1 liter atau 1.000 mililiter," ungkap Helfi.
Selanjutnya, Satgas Pangan Polri menyelidiki lokasi yang memproduksi MinyaKita yang ditemukan tidak sesuai takaran tersebut. Helfi mengaku bersama tim mendatangi PT Artha Eka Global Asia di Jalan Tole Iskandar Nomor 75, Sukamaju, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat.
Setiba di lokasi, tim penyidik memastikan bahwa benar perusahaan itu adalah PT Artha Global. Setelah dilakukan pengecekan di dalam kantor itu, pengelola lokasi tersebut sudah berubah perusahaannya menjadi PT Ayarasa Nabati.
"Kemudian tim melanjutkan kegiatan dengan penggeledahan dan ditemukan barang bukti di sana berupa MinyaKita yang sudah diproduksi. Kemudian dokumen-dokumen yang terkait dengan penjualan MinyaKita tersebut," ujar Kepala Satgas Pangan Polri itu
Berdasarkan hasil penggeledahan di lokasi, Helfi menyebut tim mendapatkan fakta-fakta bahwa tempat tersebut memang menyimpan dan memproduksi MinyaKita kemasan dalam bentuk botol maupun pouch. Dengan isi yang ukurannya berbeda dengan yang tertera di label pada kemasan tersebut.
Selain itu, penyidik juga melihat adanya mesin yang digunakan untuk memproduksi. Termasuk drum-drum penyimpanan bahan baku yang nantinya akan dimasukkan ke dalam kemasan-kemasan botol.
"Di mana, tertera di mesinnya volume yang akan dimasukkan ke dalam botol sudah diatur di situ, yang satu 802 mililiter, yang satu lagi 760 mililiter. Jadi dia manual diatur berapa yang akan dimasukkan, keluar sesuai dengan apa yang tertera di mesin tersebut," terang Helfi.
Helfi menyebut pihaknya juga memastikan manual dengan menuangkan sampel-sampelMinyaKita yang ada di kemasan, yang sudah diproduksi. Diketahui, literasinya atau ukurannya berbeda dengan yang tertera di kemasan.
"Di situ tertera 800 mililiter isi volumenya setelah lakukan pengecekan dengan alat ukur sampai dengan 920 mililiter. Dan pasti ini berbeda dengan apa yang tertera di kemasan," ucap jenderal polisi bintang satu itu.
Atas hasil itu, diduga kuat telah terjadi tindak pidana dan memenuhi minimal dua alat bukti. Maka itu, pemilik PT Artha Global ditetapkan tersangka dan dijerat Pasal 62, juncto Pasal 8, dan Pasal 9, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen.
Kemudian, Pasal 102 juncto 97, dan atau Pasal 142, juncto Pasal 91, Ayat 1, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Lalu, Pasal 120 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Selanjutnya Pasal 66 jo Pasal 25 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Terakhir, Pasal 106 juncto Pasal 24 dan atau Pasal 108 juncto Pasal 30, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 263 KUHP.