Sahara bersama kuasa hukumnya, Moh Zakki, usai melapor di Polresta Malang Kota. Metrotvnews.com/ Daviq Umar Al Faruq
Daviq Umar Al Faruq • 8 October 2025 15:59
Malang: Kuasa hukum Sahara, Moh Zakki, memilih tidak memberikan tanggapan terkait laporan dugaan persekusi dan penistaan agama yang dilayangkan eks dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin, terhadap kliennya.
Saat dikonfirmasi, Zakki menegaskan dirinya tidak mengetahui adanya laporan baru yang dibuat oleh Imam Muslimin ke Polresta Malang Kota.
"Waduh, ada penistaan agama? Hahaha, saya tidak tahu. Saya malah baru dengar dari teman-teman sekalian. Jadi saya nggak bisa komen untuk itu," kata Zakki, Rabu, 8 Oktober 2025.
Zakki juga mengaku tidak mengetahui detail terkait laporan dugaan persekusi yang disebutkan dalam laporan tersebut. Menurutnya, pihaknya belum mendapatkan informasi resmi apa pun mengenai kasus itu.
"Yang kayak gimana itu persekusinya? Saya tidak tahu siapa yang mempersekusi, di mana persekusinya, kapan waktu persekusinya, saya tidak tahu. Silakan kroscek ke yang mengeluarkan statement," kata Zakki.
Sebelumnya Imam Muslimin melalui kuasa hukumnya, Agustian Siagian, melaporkan sejumlah warga ke Polresta Malang Kota pada Selasa 7 Oktober 2025. Laporan itu mencakup dua dugaan tindak pidana, yakni persekusi dan penistaan agama.
Dalam laporan tersebut, lima warga Perumahan Joyogrand Depag III Atas, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, dilaporkan atas dugaan persekusi. Sementara tiga orang lainnya dilaporkan atas dugaan penistaan agama, setelah diduga terlibat dalam pembakaran alat salat milik istri Imam Muslimin, Rosyida Vignesvari.
Kasus yang melibatkan mantan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin dengan Sahara ini sebelumnya sempat viral di media sosial. Perselisihan antar tetangga itu semakin memanas setelah kedua belah pihak saling melapor ke polisi.
Kasus ini juga berimbas pada karir Imam di kampus. Pihak UIN Malang menonaktifkan yang bersangkutan dari tugas mengajar dan menyerahkan penanganan kasus ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Kemenag).
Puncaknya warga Joyogrand melalui rapat pada 7 September 2025 sepakat mengeluarkan surat keputusan bersama untuk meminta Imam dan keluarganya meninggalkan lingkungan. Surat itu berisi lima poin alasan pengusiran, termasuk tuduhan pelanggaran norma kesopanan serta adat istiadat setempat.