Gedung KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lamban dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Padahal, lembaga antirasuah itu telah memeriksa banyak pihak dan mengumpulkan beragam bukti.
Peneliti dari Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai penguluran waktu KPK dalam menerapkan tersangka bisa menimbulkan kecurigaan publik. Kondisi tersebut dinilai wajar.
“Dengan cukup waktu dan proses yang sudah berjalan, mestinya sudah ada tersangka. Aneh kalau kasus ini ditahan-tahan dan memakan waktu panjang. Kalau publik mencurigai KPK, itu wajar,” kata Herdiansyah saat dikonfirmasi, Rabu, 22 Oktober 2025.
Keterlambatan penetapan tersangka justru dapat menimbulkan persepsi negatif publik terhadap KPK. Dia mengatakan dengan banyaknya pemeriksaan dan bukti yang telah dikumpulkan, seharusnya KPK sudah bisa menetapkan tersangka.
Menurut Herdiansyah, penyebab belum ditetapkannya tersangka lantaran KPK belum yakin dengan hasil penyelidikan dan bukti yang dikumpulkan. Namun, kemungkinan itu kecil karena selama ini KPK dikenal teliti dalam membangun konstruksi perkara.
“Kecil kemungkinan KPK tidak yakin dengan bukti-bukti yang sudah diperoleh. Biasanya mereka cukup hati-hati dalam menetapkan tersangka maupun dalam mengonstruksi kasus korupsi,” kata Herdiansyah.
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Dok. MI/Panca Syurkani.
Dia menduga ada juga tarik-menarik kepentingan politik. Sehingga, proses penetapan tersangka menjadi molor.
“Dalam berbagai perkara korupsi, lambannya proses hukum sering kali disebabkan oleh adanya kepentingan politik. Itu membuka ruang tawar-menawar yang justru tidak kita kehendaki,” tegas Herdiansyah.
Ia juga menjelaskan bahwa prinsip pelacakan korupsi seharusnya sederhana yaitu dengan cukup melihat siapa yang memiliki otoritas dan ke mana aliran dana mengalir. KPK dinilai perlu menelusuri siapa saja yang menikmati aliran dana hasil penyimpangan tersebut.
“
Korupsi hampir selalu melibatkan banyak orang, bukan satu orang saja. Karena itu, delik penyertaan harus diusut, siapa pelaku, siapa yang memerintah, dan siapa yang turut serta,” pungkas Herdiansyah.