MK Kabulkan Uji UU MD3, AKD DPR Wajib Diisi Minimal 30% Perempuan

Hakim MK memutus perkara/MI/Devi Harahap

MK Kabulkan Uji UU MD3, AKD DPR Wajib Diisi Minimal 30% Perempuan

Devi Harahap • 30 October 2025 14:36

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). MK menegaskan bahwa DPR RI wajib memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30% dalam jajaran pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam putusan Perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024, di ruang pleno Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Ia menegaskan, prinsip keterwakilan perempuan harus diperhatikan dalam penetapan anggota berbagai alat kelengkapan.  Hal itu meliputi Badan Musyawarah (Bamus), Komisi, Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), hingga Panitia Khusus (Pansus).

“Keterwakilan perempuan harus didasarkan pada perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan di setiap fraksi, sebagaimana ditetapkan melalui rapat paripurna DPR,” tukas Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, pasal-pasal yang diuji dalam UU MD3 di antaranya Pasal 90 ayat (2), Pasal 96 ayat (2), dan Pasal 103 ayat (2)  merupakan kelanjutan dari upaya panjang untuk mewujudkan keterwakilan perempuan di politik.

“Upaya ini sudah dimulai sejak pembentukan partai politik yang mewajibkan 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan di tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Partai Politik,” kata Saldi.

Ia juga menyinggung putusan MK dalam perkara PHPU DPRD Provinsi Gorontalo Tahun 2024, di mana Mahkamah membatalkan hasil pemilu karena tidak terpenuhinya kuota perempuan minimal 30%. 

“Putusan itu menjadi preseden penting bahwa pemenuhan kuota perempuan adalah bagian dari amanat konstitusi yang wajib dilaksanakan,” tutur Saldi.

Lebih lanjut, Saldi menilai pentingnya pengaturan yang memastikan perempuan DPR ditempatkan secara merata di seluruh alat kelengkapan dewan (AKD).

“Selama ini, anggota perempuan cenderung ditempatkan di komisi sosial, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan. Padahal, perempuan juga perlu hadir di bidang ekonomi, hukum, energi, dan pertahanan. Tanpa pemerataan, kontribusi perspektif perempuan akan terpinggirkan,” tuturnya.

Ia menegaskan, DPR perlu menata ulang sistem internal agar distribusi anggota perempuan tidak terpusat pada satu bidang tertentu. 
 


“Mahkamah berpandangan, keterwakilan perempuan harus dipenuhi secara berimbang di setiap AKD berdasarkan jumlah anggota perempuan dalam tiap fraksi,” ucapnya.

Mekanisme Internal DPR dan Peran Fraksi

Untuk memastikan keterwakilan 30% perempuan dalam struktur AKD, Mahkamah menilai DPR dapat menerapkan langkah konkret melalui mekanisme internal.

“Pertama, DPR dapat membuat aturan tegas dalam tata tertib agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan di setiap AKD sesuai kapasitasnya. Minimal 30 persen dari anggota fraksi yang duduk di AKD harus perempuan,” jelas Saldi.

Selain itu, menurutnya, fraksi juga dapat menerapkan kebijakan rotasi dan distribusi anggota perempuan agar tidak terkonsentrasi pada bidang-bidang sosial saja. 

“Fraksi memiliki peran strategis karena penempatan anggota di AKD sepenuhnya merupakan kewenangan mereka. Prinsip pemerataan dan keseimbangan gender harus diinternalisasi dalam kebijakan fraksi,” tambahnya.

Mahkamah juga menegaskan Badan Musyawarah (Bamus) DPR memiliki peran penting dalam melakukan evaluasi berkala terhadap komposisi gender di AKD. 

“Bamus harus dapat memberi rekomendasi jika ditemukan ketimpangan keterwakilan perempuan antarfraksi atau antarbidang,” imbuh Saldi.

Dalam pertimbangan Mahkamah, Saldi menjelaskan bahwa ketiadaan ketentuan kuota minimal 30 persen perempuan untuk mengisi posisi pimpinan AKD dinilai bertentangan dengan konstitusi.

“Jika pemilihan pimpinan AKD dilakukan tanpa memperhatikan keterwakilan perempuan, maka peluang perempuan untuk menjadi pimpinan akan semakin kecil karena mekanisme musyawarah mufakat justru bisa menghasilkan dominasi laki-laki,” paparnya.

Menurut Mahkamah, adanya pengaturan kuota perempuan justru memberikan kepastian hukum yang adil. 

“Dengan penetapan formula 30 persen, ukuran keadilan menjadi jelas dan dapat diukur implementasinya. Karena itu, dalil para pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 427E ayat (1) huruf b UU Nomor 2 Tahun 2018 adalah beralasan menurut hukum,” tegasnya.

Menurut Saldi, keberadaan perempuan dalam lembaga legislatif bukan hanya soal keterwakilan simbolik, tetapi menyangkut esensi politik hukum nasional yang menjunjung kesetaraan.

“Kehadiran perempuan pada setiap alat kelengkapan dewan (AKD) bukan sekadar angka, melainkan wujud dari politik of presence dan politics of ideas bahwa perempuan membawa perspektif khas yang memperkaya kebijakan publik,” ujarnya.

Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara yang berkomitmen terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan gender dalam setiap tingkat pengambilan keputusan. 

“Untuk memastikan perempuan dapat berpartisipasi penuh dan memiliki kesempatan yang sama dalam kepemimpinan di semua level pengambilan keputusan politik, ekonomi, dan publik. Kehadiran perempuan secara proporsional dalam AKD merupakan bagian dari politik hukum nasional kita,” pungkasnya.

Mahkamah Konstitusi/Ilustrasi/Metro TV/Siti Yona Hukmana

Permohonan Perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024 diajukan Koalisi Perempuan Indonesia, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kalyanamitra, dan Titi Anggraini.

Para Pemohon mengungkapkan hak konstitusional mereka dirugikan, terutama dalam hal keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Pemohon menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) yang tidak mencapai 30 persen pada periode 2024-2029.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)