Motif Serangan Israel, Penolakan Israel untuk Mundur dari Gaza Ancam Gencatan Senjata

Serangan Israel di Gaza. (via Times of Israel)

Motif Serangan Israel, Penolakan Israel untuk Mundur dari Gaza Ancam Gencatan Senjata

Riza Aslam Khaeron • 18 March 2025 15:31

Tel Aviv: Israel kembali melancarkan serangan di Gaza pada 17 Maret 2025, serangan yang disebut banyak pihak sebagai "ancaman terhadap gencatan senjata" yang telah dimulai pada awal tahun 2025, menyebabkan setidaknya 330 warga Palestina terbunuh ketika berita ini disusun.

Hamas murka terhadap serangan ini, meskipun tidak menyatakan perang berlangsung kembali. Ketika Hamas menunjuk Israel sebagai dalang yang membawa kesepakatan di ujung tombak, Israel malah sebaliknya.

"Serangan ini dilakukan karena penolakan beberapa kali dari Hamas untuk membebaskan sandera warga negara kami, dan juga penolakan mereka terhadap proposal yang diberikan oleh Utusan Khusus Steve Witkoff dan mediator mereka," ucap Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, melansir BBC pada 18 April 2025.

Proposal yang diberikan Utusan Khusus tersebut pertama kali dilaporkan Axios pada awal Maret, dimana proposal tersebut dilaporkan akan memperpanjang fase pertama gencatan senjata Hamas-Israel yang seharusnya telah berakhir pada 1 Maret 2025.

"Memperpanjang fase pertama kesepakatan dalam format yang diinginkan Israel tidak bisa diterima organisasi kami," ujar Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem pada wawancara TV Al Araby, seperti yang dikutip NPR pada 1 Maret 2025.

Tentunya muncul pertanyaan, apa kepentingan Israel dalam memperpanjang fase pertama sampai rela mengancam gencatan senjata dan melanjutkan perang? Berikut penjelasannya.
 

Tiga Fase Gencatan Senjata Hamas-Israel

Hal yang pertama yang harus dijelaskan adalah bagaimana gencatan senjata Gaza seharusnya berjalan. Gencatan senjata ini mulai berlaku pada 15 Januari 2025 setelah perang 15 bulan mematikan antara Hamas dan Israel. Dalam perjanjian tersebut, kedua pihak setuju melakukan 3 fase gencatan senjata:

Fase Pertama: Pertukaran Tahanan dan Bantuan Kemanusiaan

Fase pertama berlangsung selama 42 hari dan mencakup langkah-langkah awal untuk meredakan ketegangan. Hamas membebaskan 25 sandera Israel yang masih hidup dan menyerahkan delapan jenazah. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sekitar 1.900 tahanan Palestina dari berbagai penjara, termasuk mereka yang menjalani hukuman karena kejahatan serius dan mereka yang ditahan tanpa pengadilan di bawah kebijakan "administrative detention."

Pasukan Israel mulai mundur dari daerah permukiman di Gaza, meskipun tetap mempertahankan kehadiran di koridor perbatasan seperti Koridor Philadelphia di selatan dan meninggalkan Koridor Netzarim yang membelah Gaza Utara dan Selatan.

Ratusan truk bantuan kemanusiaan diizinkan masuk ke Gaza setiap hari untuk memberikan pasokan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Warga Palestina yang mengungsi akibat serangan Israel mulai kembali ke wilayah permukiman mereka, meskipun sebagian besar wilayah telah hancur akibat pertempuran. Fase ini berakhir pada 1 Maret dan ingin diperpanjang oleh Israel.
 

Fase Kedua: Menuju Gencatan Senjata Permanen

Fase kedua direncanakan dimulai 16 hari setelah fase pertama berakhir dan memiliki target untuk diselesaikan dalam 42 hari. Fase ini mencakup pembentukan gencatan senjata permanen antara Israel dan Hamas. Hamas diharuskan membebaskan seluruh sandera yang masih hidup sebagai bagian dari pertukaran tahanan.

Sebagai imbalan, Israel akan membebaskan lebih banyak tahanan Palestina, termasuk mereka yang dihukum karena kejahatan berat, kecuali mereka yang terlibat langsung dalam serangan 7 Oktober.

Israel juga akan menarik semua pasukan militernya dari Gaza. Namun, hingga saat ini, fase kedua belum dimulai karena kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan.
 

Fase Ketiga: Rekonstruksi Gaza

Fase ketiga adalah tahap akhir yang berfokus pada proses rekonstruksi Gaza dan pengembalian jenazah sandera yang tersisa. Dalam fase ini, seluruh jenazah sandera yang masih berada di Gaza akan dikembalikan ke Israel.

Fokus utama dalam fase ini adalah rekonstruksi Gaza yang diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun karena skala kerusakan yang sangat besar. PBB memperkirakan bahwa biaya rekonstruksi bisa mencapai $40 miliar.

Baca Juga:
Israel Lanjutkan Genosida di Gaza, 322 Warga Palestina Dilaporkan Tewas
 

Penolakan Israel Mundur dari Koridor Philadelphi


Gambar: Peta Gaza dan Koridor Philadelphi. (Al-Jazeera)

Keinginan Israel memperpanjang Fase pertama dan menolak untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya salah satunya disebabkan karena satu hal: penolakan mereka untuk mundur dari Koridor Philadelphi yang diwajibkan pada fase kedua.

Koridor Philadelphi merupakan perbatasan kosong sepanjang 14 Km antara Gaza dan Mesir. Perbatasan ini termasuk penyeberangan Rafah, area yang tidak dikuasai oleh Israel sampai baru-baru ini.

Pada 27 Februari 2025, Israel mengeluarkan pernyataan bahwa mereka menolak untuk mundur dari koridor ini.

"Kami tidak akan membiarkan Hamas, para kumpulan pembunuh untuk kembali berkeliaran di perbaatasan kami dengan truk dan persenjataan, dan kami tidak akan membiarkan mereka membangun kembali kekuatan mereka dengan penyelundupan," demikian pernyataan Israel, mengutip ABC News pada 28 Februari 2025.


Foto: Terduga Terowongan di Koridor Philadelphi, 2024. (Times of Israel).

Sebelumnya, koridor ini telah menjadi tantangan dalam negosiasi gencatan senjata. Israel telah menuduh Hamas menggunakan terowongan di koridor tersebut untuk menyelundupkan senjata dari Mesir, untuk agenda mereka menyerang Israel. 

Meskipun pihak Mesir sendiri menolak masih adanya terowongan yang tersisa sejak operasi pada tahun 2010-an, Israel bersikukuh bahwa terowongan-terowongan tersebut masih ada. 

Pada pertengahan tahun 2024, Israel melaporkan menemukan setidaknya 80 terowongan di koridor Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebut Rafah, tempat terbunuhnya pemimpin Hamas sebelumnya, Yahya Sinwar sebagai "labirin terowongan".

Masih belum jelas apakah memang ada terowongan di Philadelphi yang terhubung ke Mesir. Namun, Israel tetap menggunakan alasan "keamanan" untuk membujuk Hamas memperpanjang fase pertama dan mempertahankan keberadaan mereka di Koridor.

Dalam upaya membujuk Hamas, Israel menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, termasuk obat-obatan dan bahkan memutuskan listrik di Gaza, dan sekarang dengan serangan besar-besaran ke Gaza.

Meskipun jika memang benar alasan Israel mengancam keberlangsungan gencatan senjata karena "alasan keamanan", bukan hal yang aneh untuk menilai bahwa Israel memiliki kewajiban untuk melanjutkan gencatan senjata yang telah mereka setujui.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)