DPR Terima Surpres Pembahasan Revisi UU Wantimpres

Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel. Medcom.id/Theo

DPR Terima Surpres Pembahasan Revisi UU Wantimpres

Fachri Audhia Hafiez • 20 August 2024 19:23

Jakarta: DPR menerima surat presiden (surpres) terkait pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Surpres itu dibacakan pada Rapat Paripurna ke-2 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025.

"Pimpinan DPR RI telah menerima surat-surat dari presiden yaitu R34/pres/08/2024 tanggal 9 Agustus 2024 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden," ujar Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

Sebelumnya, Revisi UU Wantimpres disetujui menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Paripurna ke-22 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024.

Revisi UU tersebut sejatinya mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pada Pasal 7 ayat 1 draf revisi UU tersebut disebutkan jumlah DPA akan ditentukan berdasarkan kebutuhan presiden.

"Dewan Pertimbangan Agung terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota dan beberapa orang anggota yang jumlahnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," tulis draf Revisi UU Wantimpres seperti dikutip Medcom.id.
 

Baca juga: Respons Putusan MK, Komisi II DPR Rapat Pekan Depan


Kemudian, pada Pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa anggota DPA diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Pada ayat 2, disebutkan pengangkatan dan pemberhentian anggota DPA ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pada ayat 3, tertulis bahwa anggota DPA diangkat oleh Presiden paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal Presiden terpilih dilantik.

Sementara, pada ayat 4 disebut bahwa Anggota DPA merupakan pejabat negara. Pada Pasal 12 ditegaskan anggota DPA tidak boleh merangkap jabatan. "Tidak boleh merangkap sebagai (a) pejabat negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (b) pejabat struktural pada instansi pemerintah; (c) dan pejabat lain," tulis draf tersebut.

Pada draf itu juga dijelaskan maksud dengan pejabat negara. Yakni, adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

Kemudian, pejabat struktural pada instansi pemerintah adalah pejabat struktural pada kementerian/departemen dan lembaga pemerintah lainnya seperti Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan/atau pejabat struktural yang dipersamakan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya yang dimaksud pejabat lain meliputi pimpinan dan anggota komisi, badan, lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)