Penyusunan Kabinet, Penunjukan Jaksa Agung Diingatkan Tak Berafiliasi Parpol

Gedung Kejaksaan Agung. Foto: Medcom.id.

Penyusunan Kabinet, Penunjukan Jaksa Agung Diingatkan Tak Berafiliasi Parpol

Anggi Tondi Martaon • 15 October 2024 13:35

Jakarta: Presiden terpilih Prabowo Subianto tengah menyusun kabinet pemerintahan 2024-2029. Khusus posisi Jaksa Agung, Prabowo diminta tak memilih sosok yang berafiliasi dengan partai politik.

Direktur Eksekutif Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menjelaskan, harapan tersebut merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 6/PUU-XXII/2024. Putusan yang mengubah ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung itu mensyaratkan Jaksa Agung bukan merupakan pengurus partai politik.

“Sekali pun ditunjuk presiden, memang sebaiknya jabatan Jaksa Agung diisi non-partisan partai, biar bisa profesional dan mencegah politisasi kasus,” kata Ucok melalui keterangan tertulis, Selasa, 15 Oktober 2024.

Ucok menilai putusan MK Nomor 6/PUU-XXII/2024 dapat meminimalkan intervensi partai dalam sistem hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan tokoh politik. Sekaligus, memperkuat prinsip penegakan hukum harus bebas dari pengaruh politik, menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan kompetitif. 

Di sisi lain, partai-partai politik kemungkinan akan merasa terhambat dalam mengendalikan proses hukum yang melibatkan kader mereka. Namun, kondisi itu justru menciptakan standar tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.

"Sebab, Jaksa Agung yang netral akan lebih efektif dalam memberantas korupsi dan memastikan proses hukum berjalan tanpa campur tangan politik," ungkap dia.
 

Baca juga: 

49 Calon Menteri yang Dipanggil Prabowo Belum Memenuhi Kriteria Zaken Kabinet


Lebih lanjut, kriteria Jaksa Agung yang independen akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang berani, transparan jujur dan adil, serta mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik, dan memperbaiki tata kelola pemerintahan. Implementasi yang konsisten akan menjadi kunci keberhasilan putusan ini.

Sebelumnya, UU Kejaksaan seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar. Dalam putusannya, MK menyebut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45, terkait syarat Jaksa Agung. MK menyebut untuk diangkat menjadi Jaksa Agung bukan merupakan pengurus partai politik.

"Menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6755) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung," tulis MK dalam amar putusannya beberapa Februari 2024 lalu.

Dalam pertimbangannya, MK menilai pengurus parpol merupakan orang yang memiliki keterikatan mendalam dengan partai. Sehingga menurutnya akan berpotensi timbulnya konflik kepentingan.

"Hal ini dikarenakan sebagai pengurus partai politik seseorang memiliki keterikatan mendalam dengan partainya, sehingga berdasarkan penalaran yang wajar potensial memiliki konflik kepentingan ketika diangkat menjadi Jaksa Agung tanpa dibatasi oleh waktu yang cukup untuk terputus afiliasi dengan partai politik yang dinaunginya," tulis MK dalam pertimbangannya.

Sementara itu, MK tidak memberi batasan waktu bagi kader biasa di partai politik yang ditunjuk sebagai jaksa agung. Anggota parpol ini cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi Jaksa Agung.

"Sedangkan bagi calon Jaksa Agung yang sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung merupakan anggota partai politik cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi Jaksa Agung. Adapun jangka waktu 5 (lima) tahun telah keluar dari kepengurusan partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung adalah waktu yang dipandang cukup untuk memutuskan berbagai kepentingan politik dan intervensi partai politik terhadap Jaksa Agung tersebut," tulis MK.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)