Jakarta: Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengimbau seluruh masyarakat Indonesia menggunakan hak suaranya secara bijaksana, dalam Pilkada 2024. Yakni, dengan memilih pemimpin yang amanah dan berintegritas, serta menghindari praktik-praktik yang dilarang syariat, seperti politik uang dan kecurangan.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengatakan memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan (imamah) dan pemerintahan (imarah).
“Hal itu dalam rangka menjaga keberlangsungan agama dan kehidupan bersama (hirasatu ad-din wa siyasatu ad-dunya). Oleh karena itu keterlibatan umat Islam dalam pemilihan kepala daerah hukumnya wajib,” kata Asrorun dalam keterangannya, Jumat, 22 November 2024.
Selain itu, Asrorun ingin umat Islam yang terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah berpegang pada beberapa ketentuan. Seperti, bebas dari praktik politik uang dan korupsi. Hal itu diharapkan dapat menghasilkan calon-calon yang berintegritas.
“Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas," kata doa.
Dalam menggunakan hak pilihnya, lanjut Asrorun, umat Islam wajib menentukan pilihan calon pemimpin yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar, yang beriman dan bertakwa, jujur (shidq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam serta kemaslahatan bangsa.
“Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat atau ada yang mendekati syarat ideal, adalah haram,” tuturnya.
Selain itu, MUI juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk terus menjaga hubungan persaudaraan yang rukun antar sesama, antar sesama anak bangsa, dan antar sesama manusia, meskipun beda pilihan.
Selain itu, Asrorun juga meminta agar Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya aparat penegak hukum harus bersikap netral dan menjaga keamanan baik saat perhitungan suara hingga penetapan pemenang pilkada.
“Netral dan menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun, sehingga terhindar dari munculnya konflik dan perpecahan bangsa,” ujarnya.
Asrorun mendorong agar para penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, DKPP dapat bekerja secara profesional, dan berintegritas serta memaksimalkan fungsi pengawasan agar tak terjadi kecurangan di tempat pemungutan suara.
“Harus secara serius, profesional dan berintegritas menyiapkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta meminimalisir potensi konflik, baik secara vertikal maupun horizontal,” kata dia.