Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Fachri Audhia Hafiez • 21 December 2025 21:38
Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan alasan pemerintah memilih menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur kepolisian. Langkah ini dinilai lebih efektif dibandingkan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (UU Polri).
Yusril menyebut penyusunan PP bertujuan untuk menyelesaikan persoalan hukum pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sekaligus merespons polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025.
"Pemerintah saat ini fokus menuntaskan problem pasca Putusan MK dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana. Penyusunan PP jelas akan lebih cepat dibanding menyusun UU. Karena itu, Presiden memilih pengaturan melalui PP," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Minggu, 21 Desember 2025.
Yusril menjelaskan bahwa merujuk pada Pasal 19 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), jabatan ASN tertentu memang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri. Namun, ketentuan teknisnya wajib diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Terkait Pasal 28 ayat (4) UU Polri yang menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan sipil setelah pensiun, Yusril memberikan catatan berdasarkan Putusan MK. Jabatan yang dilarang adalah jabatan yang tidak memiliki kaitan dengan fungsi kepolisian.
"Jabatan apa saja yang mempunyai sangkut paut dengan Kepolisian? Ini yang akan diatur dalam PP. PP yang disusun ini dimaksudkan untuk melaksanakan Pasal 28 ayat (4) UU Polri, Putusan Mahkamah Konstitusi, sekaligus Pasal 19 UU ASN," jelas Yusril.
PP tersebut nantinya akan menata ulang daftar jabatan sipil yang sebelumnya telah diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025.
Perbedaan dengan UU TNI
Dia juga menanggapi perbandingan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur penugasan prajurit secara langsung dalam undang-undang. Yusril menegaskan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan pembentuk undang-undang.
"UU TNI memilih mengaturnya langsung dalam undang-undang. Dengan PP juga tidak ada masalah. Meski Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, namun berdasarkan Pasal 5 UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan PP untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya," ungkap Yusril.
Ilustrasi Polri. Foto: Dok. Media Indonesia.
Terkait mengenai wacana revisi UU Polri secara menyeluruh, Yusril mengatakan hal tersebut sangat bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie.
"Apakah ke depan UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri dan kebijakan Presiden setelah komisi menyelesaikan tugasnya," ujar Yusril.
Saat ini, proses perumusan PP telah berjalan sejak dua hari lalu dengan melibatkan Kementerian PAN-RB, Kemensetneg, dan Kemenkum di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas. Pemerintah menargetkan aturan ini rampung dalam waktu dekat.
"Diharapkan paling lambat akhir Januari 2026, PP tersebut sudah dapat diselesaikan," pungkas Yusril.