Putri Purnama Sari • 22 April 2025 14:23
Jakarta: Usai wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante, yakni periode ketika Takhta Suci kosong menanti pemilihan Paus baru.
Salah satu simbol paling penting dalam transisi ini adalah penghancuran cincin resmi Paus atau cincin Nelayan (Ring of the Fisherman) yang dikenakan oleh Paus selama masa jabatannya.
Apa Itu Cincin Nelayan?
Dikenal sebagai Anulus Piscatoris, Cincin Nelayan adalah lambang otoritas kepausan yang dikenakan oleh setiap Paus sejak abad ke-13. Cincin ini menampilkan ukiran gambar Santo Petrus, Paus pertama sekaligus murid Yesus yang sedang menjala ikan simbol Gereja yang memimpin umat.
Selama masa kepausannya, Paus menggunakan cincin ini untuk menyegel dokumen resmi. Namun, fungsi administratif cincin itu telah berkurang sejak abad ke-19, dan kini lebih bermakna simbolis.
Mengapa Dihancurkan?
Penghancuran cincin dilakukan untuk menandai akhir resmi dari masa jabatan seorang Paus, serta untuk mencegah pemalsuan dokumen setelah kematiannya. Tindakan ini menjadi ritual penting yang dipimpin oleh Camerlengo, pejabat tinggi yang mengelola Vatikan selama sede vacante.
Cincin ini akan dihancurkan Camerlengo di hadapan para kardinal menggunakan alat khusus. Saat Paus Benediktus XVI mengundurkan diri, cincinnya tidak dihancurkan melainkan diberi ukiran salib sebagai simbol berakhirnya masa kepemimpinannya.
Paus Fransiskus dikenal luas karena gaya hidupnya yang sederhana. Saat terpilih pada 2013, ia memilih cincin terbuat dari perak berlapis emas, bukan emas murni seperti pendahulunya. Pilihan ini menjadi simbol dari pendekatannya yang rendah hati dalam memimpin Gereja.
Penghancuran cincin miliknya pun menjadi momen penuh makna, bukan sekadar akhir masa jabatan, tetapi juga perpisahan dengan seorang pemimpin yang mengutamakan pelayanan daripada kekuasaan.
Setelah cincin dihancurkan, Vatikan melanjutkan rangkaian prosesi menuju konklaf. Domus Sanctae Marthae, tempat tinggal Paus Fransiskus semasa hidupnya, nantinya akan menjadi rumah bagi para kardinal yang berkumpul untuk memilih Paus baru.
Dengan dihancurkannya cincin itu, Gereja Katolik tidak hanya melepas pemimpinnya, tetapi juga membuka lembaran baru dalam sejarah kepausan.