Museum CPC, Beijing, Tiongkok. Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 15 November 2025 10:21
Beijing: JAS MERAH, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Kalimat legendaris Presiden pertama Indonesia Soekarno (Bung Karno) pada 17 Agustus 1966 ini bukan sekadar slogan, tetapi amanat peradaban. Kalimat itu mengingatkan bahwa bangsa yang besar hanya dapat berdiri tegak bila menengok jejaknya, menghargai pengorbanan para pendahulu, dan menjadikan sejarah sebagai kompas setiap langkah ke depan.
Semangat inilah yang turut mengiringi langkah delegasi Partai NasDem ketika mengunjungi Museum of the Communist Party of China (CPC) di Beijing, salah satu museum politik dan sejarah terbesar di dunia.
Museum CPC menyajikan narasi menyeluruh tentang perjalanan panjang Tiongkok dari masa revolusi rakyat, periode pembentukan negara, reformasi ekonomi, hingga era modernisasi yang menjadikan Tiongkok salah satu kekuatan teknologi terkemuka dunia.
Delegasi NasDem menelusuri galeri demi galeri yang menghadirkan diorama perjuangan, artefak sejarah, foto-foto monumental, dan kisah para pemimpin yang membentuk arah perjalanan bangsa Tiongkok.
Bagi NasDem, kunjungan ini bukan sekadar agenda protokoler, melainkan ruang refleksi tentang bagaimana sejarah, nilai, dan konsistensi perjuangan dapat membentuk masa depan sebuah bangsa. Museum tersebut memperlihatkan bahwa transformasi Tiongkok tidak lahir secara instan, melainkan melalui keberanian mengambil keputusan besar, kedisiplinan berpikir, serta keberpihakan pada pembangunan manusia.
Ketua Delegasi, Rio Okto Mendrino Waas, menilai bahwa museum ini menghadirkan pelajaran mendalam tentang pentingnya kontinuitas nilai dalam perjalanan politik. “Museum ini menunjukkan bahwa transformasi sebuah bangsa lahir dari pemahaman terhadap sejarahnya sendiri. Ada kesinambungan antara nilai dan kebijakan. Ini menjadi pengingat bagi NasDem bahwa Restorasi Indonesia harus berakar pada nilai yang kita yakini dan pengalaman sejarah bangsa,” ujar Rio.
Rio menegaskan bahwa seperti Tiongkok, Indonesia juga memerlukan visi jangka panjang dan disiplin kolektif. Sehingga perubahan dapat berlangsung secara berkelanjutan.
“Restorasi bukan slogan sesaat, tapi sebuah proses panjang dan bertahap, yang menggabungkan nilai, inovasi, dan kemanusiaan. Museum ini memperlihatkan bagaimana sejarah dapat menjadi energi untuk membangun masa depan,” ujar Rio.
(1).jpeg)
Sementara itu, Staf Khusus Ketua Umum Partai NasDem Damianus Bilo, melihat museum tersebut sebagai ruang pertemuan antara nilai, kebudayaan, dan identitas sebuah bangsa.
“Museum CPC memperlihatkan bagaimana Tiongkok membangun masa depannya dengan tetap berpijak pada narasi besar bangsanya. Ada jati diri yang dirawat. Indonesia juga memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang bisa menjadi fondasi kuat bagi inovasi dan diplomasi masa depan,” ujarnya.
Damianus menekankan bahwa diplomasi antarbangsa, termasuk Indonesia - Tiongkok, tidak hanya bertumpu pada kerja sama formal, tetapi juga pada saling pengertian mengenai sejarah dan nilai masing-masing bangsa.
“Sejarah adalah bahasa universal. Dengan saling memahami jejak masing-masing, diplomasi akan menjadi lebih manusiawi, lebih bermakna, dan lebih kokoh,” tegasnya.
Bagi NasDem, kunjungan ke Museum CPC memperkuat keyakinan bahwa Restorasi Indonesia harus terus memadukan kesadaran sejarah, visi kemanusiaan, dan komitmen pada kemajuan jangka panjang. Dari Beijing, delegasi membawa pulang pelajaran bahwa sebuah bangsa hanya dapat melaju ke depan jika ia menghormati dan memahami masa lalunya.