Siti Yona Hukmana • 23 September 2025 17:51
Jakarta: Mediasi antara mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan Selebgram Lisa Mariana di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta selesai dilakukan. Namun, hasilnya deadlock atau tidak mencapai kesepakatan untuk berdamai.
Kuasa hukum RK, Muslim Jaya Butarbutar mengatakan pihaknya memenuhi undangan mediasi Dittipidsiber Bareskrim Polri atas surat yang diterima pada 18 September 2025. Ia datang mewakili Ridwan Kamil yang berhalangan hadir karena ada pekerjaan di luar kota.
Muslim mengaku menghormati proses mediasi, yang dilakukan atas Peraturan Kapolri tentang penanganan kasus melalui alternative dispute resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan, salah satunya mediasi. Namun, RK disebut menolak mediasi dengan Lisa Mariana dan terus memproses hukum terkait kasus dugaan pencemaran nama baik.
"Dan Pak Ridwan Kamil sekali lagi kami nyatakan beliau menyampaikan menolak secara tegas mediasi dan lebih memilih untuk melanjutkan proses ini sampai tuntas. Agar apa? Agar berkepastian hukum," kata Muslim di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 23 September 2025
Menurut Muslim, proses hukum itu menjadi efek jera kepada pihak-pihak yang melakukan pencemaran nama baik terhadap Ridwan Kamil. Apalagi, kata Muslim, apa yang disampaikan Lisa Mariana selama ini tidak terbukti kebenarannya.
Seperti hasl tes DNA yang jelas menyatakan bahwa seorang anak berinsial CA bukanlah anak biologis dari Ridwan Kamil, tetapi anak biologis Lisa Mariana. Hasil tes DNA yang dilakukan Labdokkes Pusdokkes Polri itu disebut bukti yang sempurna.
"Jadi sekali lagi kami ingin menyampaikan kepada publik Pak Ridwan Kamil memilih ini semata-mata demi penegakan hukum, agar berkepastian hukum dan memang harus ada efek jera, karena memang ini sangat merugikan Pak Ridwan Kamil, nama baik beliau hancur gara-gara adanya pencemaran nama baik. Rumah tangga beliau juga mengalami gangguan, mengalami kerusakan rumah tangga itu jelas," terang Muslim.
Kuasa Hukum Lisa Mariana, Jhon Boy Nababan yang mewakili Lisa menghadiri undangan mediasi, juga menyatakan bahwa mediasi selesai dengan hasil
deadlock. Ia pun menyerahkan sepenuhnya proses hukum di Bareskrim Polri ke depannya.
"Yang jelas hasilnya
deadlock. Jadi tidak ada mediasi. (Proses hukum) yang jelas tetap berjalan. Makanya kita serahkan semuanya kepada Bareskrim nanti untuk proses-proses selanjutnya," ujar Jhon di Bareskrim.
Jhon menegaskan karena
deadlock, tidak ada perdamaian antara RK dan Lisa. Dengan demikian, proses hukum terus berlanjut sampai selesai. Di samping itu, Jhon memastikan kliennya tetap mengupayakan untuk tes DNA ulang di RS Mount Elizabeth Singapore.
"Yang jelas untuk
second opinion tetap kita jalankan. Makanya nanti kita ikutin saja proses selanjutnya di Bareskrim," pungkas Jhon.
Mediasi ini dilakukan Dittipidsiber Bareskrim Polri sebelum melakukan gelar perkara, untuk memberikan kepastian hukum kepada Lisa. Selebgram itu berpotensi menjadi tersangka bila proses hukum terus berlanjut, sebab kasus telah naik ke tahap penyidikan.
Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah memeriksa Lisa dan RK usai menjalani tes DNA beberapa waktu lalu. RK mengaku lega, hasil tes DNA yang menyatakan anak Lisa berinisial CA, tidak identik dengannya.
Sementara Lisa, tidak terima dan mengajukan tes DNA ulang di RS Mount Elizabeth Singapore. Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri menyerahkan rencana tes DNA ulang itu kepada kedua belah pihak.
Namun, RK melalui kuasa hukumnya menolak tes DNA ulang. Tes DNA yang dilakukan Labdokkes Pusdokkes Polri disebut telah mengikat secara hukum.
Dittipidsiber Bareskrim Polri menyelidiki kasus dugaan pencemaran nama baik ini berbekal laporan dari RK pada Jumat malam, 11 April 2025. Laporan teregister dengan laporan polisi (LP) nomor: LP/B/174/IV/2025/SPKT/Bareskrim Polri. Laporan itu perihal tudingan menghamili Lisa, setelah pertemuan di Hotel Wyndham Palembang selama 3 hari 2 malam pada Juni 2021.
Lisa dipersangkakan Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 dan/atau Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 32 ayat 1 dan/atau Pasal 48 Ayat 2 Jo Pasal 32 Ayat 2 dan/atau Pasal 45 Ayat (4) Jo Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 310, dan atau Pasal 311 KUHP.