BPOM. Dok BPOM.
Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengatakan tengah menyiapkan aturan terkait konten reviu mandiri produk kosmetik. Hal itu menyikapi perkembangan reviu para influencer atau kreator konten kosmetik yang marak beredar di media sosial.
Satu sisi, kata dia, eksistensi reviu tersebut berdampak positif terhadap edukasi masyarakat mengenai keamanan, manfaat, dan mutu kosmetik. Namun di sisi lain, BPOM juga mencatat beberapa reviu yang dilakukan tidak komprehensif, bahkan cenderung melanggar ketentuan.
"Badan POM akan segera membuat peraturan, on progress peraturan ini, untuk mengatur semuanya ini sehingga ada landasan hukum yang tegas," kata Taruna dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu, 5 Februari 2025.
Salah satu yang disorot adalah para pemengaruh di bidang kosmetik seringkali memberikan pernyataan 'approved' terhadap produk yang diulasnya. Taruna menegaskan hal itu dilarang karena hanya Badan POM lembaga yang diberikan otoritas untuk melakukan pengawasan dan berhak menyatakan persetujuan terhadap produk kosmetik.
"Satu-satunya lembaga yang bisa memberi kata-kata approval itu cuma Badan POM. Jadi dengan demikian tegas posisi kami di Badan POM tidak mengizinkan influencer-influencer dan masyarakat untuk mengumumkan dengan nyata bahwa itu approval atas nama kami (Badan POM)," ungkapnya.
Ia juga mengatakan tidak ada niat untuk memberikan legitimasi tersebut kepada pemengaruh. Hal itu sekaligus menepis kabar yang beredar bahwa
Badan POM mengizinkan
influencer untuk membuat asosiasi skincare sebagai pengawas yang terintegrasi dengan Badan POM untuk turun ke lapangan mengulas produk berbahaya.
"Seperti kita mau serahkan, buatkan asosiasi ke
influencer untuk dia punya haknya Badan POM, tidak ada itu. Kami tidak pernah memiliki sikap seperti itu," ujar Taruna.
Selain itu,
influencer atau masyarakat umum tidak boleh mengumumkan hasil pengujian laboratorium dari sebuah produk. Pihak yang tanpa kewenangan memviralkan hasil pengujian melanggar ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
"Kalau berhubungan dengan produk orang lain, tidak boleh diumumkan di publik. Termasuk
influencer si A si B tidak boleh mengumumkan hasil produknya orang, berdasarkan hasil lab. Kalau dia punya data, kasih ke kami sebagai kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat, nanti kami yang bertindak," jelasya.
Komisi IX DPR mendesak Badan POM untuk mengkaji regulasi yang jelas bagi
influencer dalam melakukan reviu mandiri terhadap produk kosmetik dan makanan. DPR juga mendesak Badan POM untuk lebih proaktif memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat terhadap produk obat dan makanan yang sudah dinyatakan berbahaya melalui kanal informasi resmi yang dimiliki Badan POM.
Regulasi terkait reviu skincare ini dinilai penting agar
influencer atau kreator konten kosmetik lebih fokus dalam mengedukasi masyarakat dan menyingkirkan motif lain dari publikasi yang dilakukannya. Misalnya, persaingan bisnis, mengejar popularitas, atau mengambil keuntungan.
Anggota Komisi IX DPR Surya Utama alias Uya Kuya mencontohkan, seorang
influencer yang menerima endorsement dari perusahaan skincare bisa mengantongi Rp100-Rp150 juta per produknya.
"Artinya, kalau sudah menerima
endorsement kan sudah pasti tidak objektif lagi. Sama saja kayak kita lihat
food vlogger. (Awalnya) dia
review makanan apa adanya tapi saat dia sudah terkenal, dikasih
endorse untuk restoran tertentu, ya semua makanan (di restoran itu) pasti enak," ujar Uya.