Setop Beli SBN di Pasar Primer, BI Tak Lagi 'Cetak Uang' Baru!

Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi.

Setop Beli SBN di Pasar Primer, BI Tak Lagi 'Cetak Uang' Baru!

Insi Nantika Jelita • 11 September 2025 10:57

Jakarta: Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menjelaskan mekanisme burden sharing atau pembagian beban bunga untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Saat ini, BI tidak lagi melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer.

Menurut dia, skema burden sharing kali ini berbeda dengan masa pandemi covid-19. Saat itu, berdasarkan UU No. 2 Tahun 2020, BI diperbolehkan membeli SBN di pasar primer selama tiga tahun.

Namun, setelah aturan itu berakhir, BI kini hanya diperbolehkan membeli SBN jangka pendek di pasar primer. Sedangkan SBN jangka panjang hanya bisa dibeli di pasar sekunder.

"Karena itu, BI menegaskan tidak ada lagi pembelian SBN jangka panjang di pasar primer, dan tidak ada pencetakan uang baru," jelas Denny di Kompleks Senayan, Jakarta, dikutip Kamis, 11 September 2025.

Denny menjelaskan, pembelian SBN di pasar sekunder hanya bersifat mendukung likuiditas pasar uang dan perbankan, karena dana sudah beredar, dan hanya berpindah kepemilikan.
 

Baca juga: Kemenkeu-BI Sepakat Bagi Beban Bunga Program Rumah Rakyat dan Kopdes Merah Putih


(Ilustrasi, gedung Kemenkeu dan Bank Indonesia. Foto: Metrotvnews.com)
 

Skema baru burden sharing Asta Cita


Mengenai skema burden sharing Asta Cita untuk mendukung pembangunan 3 juta Perumahan Rakyat serta program Koperasi Desa Merah Putih, partisipasi BI dilakukan melalui pembagian beban bunga dengan pemerintah.

Mekanismenya dihitung dari imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun, dikurangi dengan hasil penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan. Selisih tersebut kemudian dibagi dua, separuh menjadi beban pemerintah sementara separuh yang lainnya menjadi beban BI.

Bagian beban yang ditanggung BI diwujudkan dengan tambahan bunga pada rekening pemerintah yang ditempatkan di Bank Indonesia.

"Misalnya, jika hasil perhitungan menunjukkan angka 2,15 persen, maka BI menanggung tambahan bunga sebesar itu untuk rekening pemerintah," papar Denny.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)