Ilustrasi. Foto: dok MI/Pius Erlangga.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini akhirnya mengalami penguatan, setelah beberapa hari terakhir terus melemah.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 23 Juli 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.213 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik tipis tujuh poin atau setara 0,04 persen dari posisi Rp16.220 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Meski demikian, analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu besok akan melemah kembali.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.200 per USD hingga Rp16.260 per USD," ujar Ibrahim, dikutip dari analisis hariannya.
Ia pun membeberkan penyebab menguat tipisnya nilai tukar rupiah saat melawan dolar AS hari ini, diantaranya sentimen yang berasal dari eksternal maupun internal.
Ketidakpastian Pilpres AS
Ketidakpastian mengenai pemilihan presiden AS meningkat minggu ini setelah Presiden Joe Biden menarik diri dari pencalonannya kembali, dan malah mendukung Wakil Presiden Kamala Harris. Harris terlihat mendapatkan cukup banyak delegasi dari Partai Demokrat untuk menjadi calon presiden dari partai tersebut, meskipun dia belum dicalonkan secara resmi.
Meski begitu, Trump terlihat unggul dalam jajak pendapat dibandingkan Biden dan Harris, menurut data jajak pendapat CBS dan HarrisX minggu lalu. Namun jajak pendapat belum mencerminkan dampak mundurnya Biden.
"Meskipun ketidakpastian politik ini memicu aliran dana safe-haven ke dalam emas, ketahanan dolar membatasi aliran ini. Namun, emas tetap memperoleh keuntungan yang kuat tahun ini, di tengah meningkatnya optimisme bahwa Federal Reserve akan mulai menurunkan suku bunga mulai bulan September," jelas Ibrahim.
Bank sentral akan mengadakan pertemuan minggu depan dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada saat itu. Data dari Tiongkok menunjukkan pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal kedua, dengan penurunan suku bunga yang tidak terduga pada Senin tidak banyak mengangkat semangat.
Sidang Pleno Ketiga Partai Komunis Tiongkok hanya menghasilkan sedikit rincian dari Beijing mengenai rencana untuk memberikan lebih banyak dukungan ekonomi. Kekhawatiran terhadap kebijakan moneter AS yang lebih ketat, yang berasal dari kemungkinan Trump menjadi presiden, juga membuat para pedagang waspada terhadap aset-aset yang terekspos di Tiongkok.
Prabowo terlalu ambisius soal pertumbuhan ekonomi
Sementara itu, ambisi Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai delapan persen selama lima tahun masa kepemimpinannya akan sulit tercapai, bila permasalahan struktural ekonomi Indonesia tak dibenahi.
"Karena permasalahan ini, selama dua periode Presiden Joko Widodo menjabat, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran lima persen. Target Jokowi saat masa kampanye Pilpres pada 2014 silam pun tak pernah tercapai, yakni membuat ekonomi Indonesia tumbuh tujuh persen," sebut Ibrahim.
Stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia di level lima persen, menurut dia, dipicu oleh tak terjaganya daya beli masyarakat Indonesia, khususnya kelas menengah.
Diketahui, pada 2015 atau tahun pertama Jokowi efektif menjalankan roda pemerintahan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,8 persen (yoy), melambat dibandingkan 5,02 persen pada 2014, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu kembali ke level 5,03 persen, lalu pada 2017 sebesar 5,07 persen, 2018 mencapai 5,17 persen, dan 2019 kembali ke level 5,02 persen. Pada 2020 atau saat merebaknya pandemi covid-19 ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 2,07 persen.
Saat 2021, ekonomi Indonesia mulai kembali bergeliat dengan pertumbuhan sebesar 3,7 persen. Lalu, pada 2022 naik menjadi 5,31 persen, dan pada 2023 hanya mampu bergerak ke level 5,05 persen. Pada kuartal pertama 2024
pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,11 persen.
"Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas memang ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Hingga 2023, porsi konsumsi masyarakat terhadap laju pertumbuhan ekonomi mencapai 53,18 persen. Pada kuartal pertama 2024 bahkan porsinya membengkak menjadi 54,93 persen," jelas Ibrahim.