Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman. Foto: dok Medcom.id/Suci Sedya Utami.
Jakarta: Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan, pemberian insentif kepada pemerintah daerah merupakan salah satu cara untuk mengungkit kinerja anggaran daerah. Itu diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran daerah agar berdampak pada perekonomian secara umum.
"Dalam teori dikatakan, people response to incentive. Jadi salah satu caranya adalah pemerintah daerah yang berkinerja baik, penyerapan anggarannya baik, itu kita berikan insentif," kata Luky dalam taklimat media di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023.
Insentif tersebut diharapkan dapat memotivasi pengelola keuangan daerah untuk mengoptimalisasi penggunaan uang daerah dan memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayahnya. Transfer anggaran hadiah dari pusat ke daerah itu juga sedianya rutin diberikan setiap tahun.
Tahun ini, misalnya, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp8 triliun sebagai dana insentif fiskal daerah. Dana tersebut itu dijadikan insentif atas kinerja pemda di 2022 dan 2023 dengan masing-masing alokasi Rp4 triliun.
Dana insentif Rp4 triliun yang dialokasikan atas kinerja tahun berjalan dibagi menjadi dua, yakni kinerja pengendalian inflasi Rp1 triliun dan kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat Rp3 triliun.
Pemberian insentif atas pengendalian inflasi dibagi menjadi tiga tahapan, yakni Rp330 miliar pada tahap pertama dan kedua dan Rp340 di tahap ketiga. Jumlah daerah penerima insentif di tahap pertama dan kedua ialah 33 daerah yang terdiri dari tiga provinsi, enam kota, dan 24 kabupaten.
Sedangkan pemberian insentif tahap ketiga diberikan kepada 34 daerah yang terdiri dari tiga provinsi, enam kota, dan 24 kabupaten.
Indikator pemberian insentif pengendalian inflasi tersebut ialah dari upaya pengendalian inflasi pangan, laporan pengendalian inflasi, indeks pengendalian harga, dan realisasi belanja pendukung pengendalian inflasi.
Sedangkan alokasi Rp3 triliun atas kinerja tahun berjalan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat melalui beberapa indikator seperti, penurunan stunting, peningkatan penggunaan produk dalam negeri, penghapusan kemiskinan ekstrem, peningkatan investasi, dan percepatan belanja daerah.
Insentif fiskal atas kinerja tahun berjalan itu mesti digunakan untuk kegiatan yang manfaatnya diterima maupun dirasakan langsung oleh masyarakat. Penggunaannya juga diharapkan mampu mendukung kebijakan pengendalian inflasi, penurunan stunting, peningkatan investasi, dan penurunan kemiskinan.
Adapun insentif fiskal atas tahun berjalan tidak dapat digunakan untuk menambah gaji, tambahan penghasilan, honorarium, dan perjalanan dinas. Landasan pemberian insentif fiskal atas tahun berjalan tersebut ialah PMK 67/2023 tentang Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun Anggaran 2023.
Baca juga: Menkes Desak Pemda Segera Bayar TPP Tenaga Kesehatan RSUD Jayapura
Tunda penyaluran TKD
Upaya untuk mendorong efektivitas pengelolaan anggaran daerah juga dilakukan melalui disinsentif berupa penundaan penyaluran dana transfer ke daerah (TKD). Penundaan penyaluran itu dilakukan kepada daerah yang kinerja anggarannya dinilai belum optimal.
"Kita lihat syarat salurnya, kan tidak langsung ditransfer semua, ada yang satu kali transfer, ada yang dua kali, ada yang tiga kali, ada syarat salurnya. Jadi kalau syarat salurnya terpenuhi, kita berikan (TKD)," jelas Luky.
"Tapi kalau tidak terpenuhi, kita tunda dulu sampai mereka memenuhi syarat salurnya. Itu cara kita bagaimana supaya pemda berkinerja disiplin menjalankan APBD-nya," tambah dia.
Sementara itu, Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan DJPK Kemenkeu Jaka Sucipta mengatakan, keberadaan Treasury Deposit Facility (TDF) juga sedianya merupakan bentuk disinsentif kepada pemda.
TDF merupakan fasilitas yang disediakan oleh Bendahara Umum Negara (BUN) bagi pemda untuk menyimpan uang di BUN sebagai bentuk penyaluran TKD nontunai berupa penyimpanan dana overnight pada rekening lain BI TDF TKD pemda di Bank Indonesia.
"Penyaluran lewat TDF itu juga dalam petik bisa juga disebut sebagai disinsentif. Karena berarti kalau dia uangnya masih banyak di kas daerah, kita salurkan dulu ke rekening TDF. Jadi nanti kalau sudah berkurang, kemudian kita salurkan lagi," terang Jaka.
"Jadi maksudnya supaya mendorong daerah untuk belanja cepat. Jadi kalau mereka masih ada uang di kas daerah, sementara kita salurkan dalam bentuk non tunai, itu diatur dalam UU
APBN dan UU HKPD," tutup dia.
(M ILHAM RAMADHAN)