Pengadilan Dinilai Keliru Menerapkan Hukum pada Perkara Mardani Maming

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN PERMAHI), Fahmi Namakule.

Pengadilan Dinilai Keliru Menerapkan Hukum pada Perkara Mardani Maming

Siti Yona Hukmana • 4 November 2024 20:07

Jakarta: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin dinilai keliru dalam menerapkan hukum terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming. Mardani Maming merupakan terpidana kasus rasuah izin usaha pertambangan (IUP).

"Aturan main dalam penerapan hukum terhadap setiap tersangka kejahatan luar biasa Extra-ordinary Crimes, seperti korupsi tentunya harus sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku, ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN PERMAHI), Fahmi Namakule, dalam keterangannya, Senin, 4 November 2024.

Menurut dia, terdapat banyak kejanggalan mulai dari proses pemeriksaan awal dan penetapan tersangka. Kemudian, kurangnya saksi ahli dalam proses penyelidikan, perintangan proses praperadilan, sampai dengan penerapan hukum oleh hakim Tipikor Banjarmasin dalam putusan nomor 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bjm.

Dia menilai pemeriksaan dan penetapan tersangka terhadap Mardani Maming terkesan kilat dan direncanakan sebelumnya. Pasalnya, KPK baru mulai menyelidiki dugaan gratifikasi pengalihan IUP di Tanah Bumbu pada 9 Juli 2022. Seminggu kemudian kasus ini justru naik ke tahap penyidikan, tepat pada 16 Juni 2022, dan KPK menetapkan Mardani Maming sebagai tersangka.

"Dugaan korupsi terkait kebijakan administrasi, pada umumnya KPK memanggil dan meminta keterangan saksi ahli di bidang administrasi dan perizinan untuk mendalami terkait kewenangan dan keputusan bupati, namun hal serupa tidak dilakukan pada kasus dugaan gratifikasi mantan bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming," ujar dia.
 

Baca Juga: 

Tom Lembong Tersangka, Murni Atas Nama Hukum?


Fahmi menilai pertimbangan hukum majelis hakim Tipikor Banjarmasin dalam putusannya juga keliru dalam penerapan Pasal 93 UU Minerba. Sebab, pasal tersebut seharusnya menyasar pihak yang memegang IUP.

"Inikan susah jelas-jelas dan terang kedudukan, wewenang, dan tugas Mardiani H Maming selaku Bupati Tanah Bumbu saat itu adalah sebagai kepala daerah yang secara hukum mempunyai tugas untuk mengelola berbagai macam kebijakan administrasi perizinan di daerah, dan dapat mengeluarkan IUP bukan justru sebagai pemegang IUP," ujar Fahmi.

Selain itu, lanjut dia, terdapat pula SK Bupati, yang menjadi inti tuduhan, telah diakui sah secara administratif dengan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian ESDM selama lebih dari 11 tahun. Fakta persidangan ini justru diabaikan dan tidak dipertimbangkan majelis.

"Seharusnya apabila secara hukum seluruh poin-poin dakwaan tidak terpenuhi dan kemudian tidak dapat dibuktikan kebenarannya maka konsekuensi dakwaan menjadi prematur dan harus ditolak, sehingga terdakwa harus dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya," ujar Fahmi.

Namun, kata dia, majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin justru berpendapat lain. Dia menilai keputusan itu sangat melukai rasa keadilan bagi masyarakat.

"Kami tentunya akan mengajukan pandangan kami secara resmi kepada majelis hakim yang mengadili dalam persidangan peninjauan kembali (PK) sebagai sahat peradilan atau Amicus Curae. Langkah ini tentunya sebagai bentuk upaya mengawal jalannya sistem peradilan yang bersih, profesional yang sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)