Ilustrasi. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini mencoba menumbangkan dolar Amerika Serikat (AS), setelah kemarin terus terpuruk.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 26 Maret 2024, rupiah hingga pukul 10.11 WIB berada di level Rp15.787 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 12 poin atau setara 0,08 persen dari Rp15.799 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp15.788 per USD, naik tipis lima poin atau setara 0,03 persen dari Rp15.793 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi, rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar ditutup melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.780 per USD hingga Rp15.850 per USD," ucap Ibrahim, dikutip dari analisis hariannya.
Neraca perdagangan jadi sorotan
Dari dalam negeri, pasar terus mengamati surplus neraca dagang Indonesia yang terus menunjukkan tren penurunan beberapa waktu terakhir ini yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
"Bahkan, jika produk-produk impor yang tak terdaftar yang masuk ke Indonesia lebih banyak ketimbang yang terdaftar," tutur Ibrahim.
Sedangkan, lanjut dia, produk-produk yang masuk ke Indonesia dari luar negeri bisa saja adalah produk ilegal berupa tekstil dan sebagainya yang sebenarnya banyak sekali masuk ke Indonesia. Pola yang seharusnya terjadi adalah jika nilai ekspor positif, maka nilai impornya juga akan positif.
"Sementara yang terjadi saat ini adalah kebalikannya, di mana nilai ekspor minus 9,4 persen, namun nilai importasinya malah meningkat," sebut dia.
Bahkan, yang menariknya lagi adalah ketika impor meningkat tajam hingga 15,8 persen dan nilai ekspor turun. Artinya, banyak barang-barang konsumsi atau produk-produk dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini yang pada akhirnya akan menggerus cadangan devisa nasional.
"Walaupun pemerintah senang karena
neraca dagang Indonesia masih surplus, tapi tren ekspor masih melemah dalam satu tahun terakhir. Ini yang tidak baik dan merupakan ancaman dari situasi global yang terus memanas sampai saat ini belum ada kejelasan," tegas Ibrahim.
Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Februari 2024 sebesar USD19,31 miliar, terkontraksi 9,4 persen year on year (yoy). Sementara itu, nilai impornya mencapai USD18,44 miliar, tumbuh 15,8 persen (yoy).
Sedangkan pertumbuhan surplus neraca dagang Indonesia tercatat sebesar 2,87 persen per Februari 2024, atau turun 6,41 persen ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 9,28 persen.