Riza Aslam Khaeron • 5 February 2025 15:30
Jakarta: Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 sebagai kebijakan efisiensi anggaran APBN yang ditargetkan mencapai Rp306 triliun pada 3 Februari 2025. Pemangkasan ini menyasar berbagai pos anggaran di kementerian dan lembaga, yang dikhawatirkan berdampak terhadap ekonomi nasional.
Menanggapi kebijakan ini, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Akhmad Akbar Susamto, Ph.D., memberikan analisis terkait sektor-sektor yang sebaiknya tidak mengalami pemotongan anggaran secara drastis.
Sektor Infrastruktur Pokok, Pendidikan, dan Kesehatan
Mengutip laman UGM pada Rabu, 5 Februari 2025, Akbar menegaskan bahwa pemotongan anggaran di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur pokok, pendidikan, dan kesehatan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. “Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian. Jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara selektif, maka dapat berdampak negatif pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja,” kata Akbar.
Program Perlindungan Sosial dan Subsidi
Selain sektor produktif, Akbar juga menekankan pentingnya menjaga program perlindungan sosial, subsidi, dan bantuan bagi kelompok rentan. “Jika pemotongan anggaran terlalu agresif di sektor ini, maka daya beli masyarakat dapat menurun, yang pada akhirnya mengurangi konsumsi domestik dan memperlambat pemulihan ekonomi,” tuturnya.
Efek Pemotongan Anggaran terhadap Stabilitas Ekonomi
Akbar mengingatkan bahwa jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara hati-hati, maka dapat menciptakan ketidakpastian di kalangan investor. “Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian di kalangan dunia usaha. Karenanya, investor dan sektor swasta perlu mendapatkan sinyal bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Urgensi dan Tantangan Pemangkasan Anggaran
Meski demikian, Akbar memahami bahwa pemangkasan anggaran oleh pemerintahan Prabowo-Gibran adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi. “Pemotongan anggaran dalam konteks efisiensi fiskal merupakan kebijakan yang dapat dipahami, terutama dalam kondisi fiskal yang kurang sehat akibat defisit anggaran yang besar dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan untuk program prioritas,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus dilakukan dengan cermat agar tidak merusak kapasitas ekonomi nasional dalam jangka panjang. “Yang lebih penting adalah memastikan bahwa setiap rupiah anggaran yang tersedia digunakan dengan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tutupnya.