Riza Aslam Khaeron • 30 August 2025 11:23
Jakarta: Shadow economy atau ekonomi bayangan merujuk pada aktivitas ekonomi yang legal namun tidak tercatat secara resmi oleh otoritas negara.
Dalam konteks ini, istilah "bayangan" mencerminkan sifat tersembunyi dari aktivitas tersebut, yang bertujuan untuk menghindari pajak, regulasi, atau pengawasan administratif.
Meskipun barang atau jasa yang diproduksi tidak melanggar hukum, kegiatan tersebut dilakukan di luar sistem formal dan tidak tercermin dalam produk domestik bruto (PDB) resmi.
Fenomena ini terjadi di berbagai negara, baik berkembang maupun maju, dan memiliki implikasi serius terhadap basis pajak, kualitas kebijakan publik, serta akurasi data makroekonomi nasional.
Lantas, bagaimana mengenali praktik ekonomi bayangan yang kerap luput dari pencatatan resmi ini?
Berikut sejumlah ciri khas yang umum dijumpai dalam aktivitas shadow economy, sebagaimana dijabarkan oleh berbagai lembaga internasional termasuk IMF dan OECD.
Ciri-ciri shadow economy
Berbagai lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengidentifikasi sejumlah ciri utama yang umumnya melekat pada praktik
shadow economy. Berikut penjabaran ciri-ciri utamanya:
1. Tidak Terdaftar Secara Formal
Pelaku usaha atau individu yang bergerak dalam ekonomi bayangan cenderung tidak memiliki registrasi resmi pada otoritas pemerintah, seperti kantor
pajak atau dinas ketenagakerjaan. Tujuannya adalah untuk menghindari kewajiban perpajakan, izin usaha, atau kewajiban administratif lainnya.
2. Menggunakan Transaksi Tunai
Aktivitas
shadow economy sangat bergantung pada pembayaran tunai (cash-intensive), karena transaksi jenis ini sulit dilacak dan tidak meninggalkan jejak digital. Lonjakan permintaan uang kartal dalam suatu negara sering menjadi indikator tidak langsung dari tumbuhnya ekonomi bayangan.
3. Tidak Melaporkan Seluruh Pendapatan
Praktik umum lainnya adalah menyembunyikan sebagian pendapatan, terutama pada usaha kecil dan menengah. Contoh kasus meliputi manipulasi data penjualan, pemalsuan faktur, atau pengurangan pendapatan dalam pelaporan
pajak.
4. Penghindaran Kewajiban Ketenagakerjaan
Perusahaan dalam ekonomi bayangan sering tidak mendaftarkan pekerjanya secara resmi, tidak memberikan perlindungan sosial, dan membayar upah secara langsung tanpa bukti. Hal ini melanggar ketentuan ketenagakerjaan dan menghindari iuran jaminan sosial serta pajak penghasilan.
5. Skema Penipuan dan Rekayasa Perusahaan
Beberapa pelaku menggunakan rekayasa seperti membuat shell companies, phoenix companies (perusahaan fiktif yang dibubarkan sebelum melunasi pajak), atau memanfaatkan celah perpajakan seperti skema carousel fraud pada sistem PPN.
6. Beririsan dengan Aktivitas Informal
Meskipun tidak identik,
shadow economy sering kali beririsan dengan sektor informal, terutama dalam hal pekerjaan tanpa kontrak, usaha rumah tangga, dan kegiatan ekonomi subsisten yang tidak tercatat.
7. Tumbuh di Bawah Institusi Lemah
Shadow economy cenderung lebih besar di negara dengan institusi pengawasan lemah, tingkat korupsi tinggi, birokrasi rumit, dan beban
pajak atau regulasi yang memberatkan.
Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, pemerintah dan pembuat kebijakan dapat merancang strategi yang lebih tepat untuk memperluas basis pajak, memperbaiki regulasi, dan memperkuat institusi formal. Penanganan
shadow economy bukan hanya persoalan fiskal, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan integritas sistem ekonomi secara keseluruhan.