Ilustrasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Foto: dok BI.
Husen Miftahudin • 22 October 2025 10:35
Jakarta: Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memandang risiko arus keluar modal (outflow) relatif manageable atau masih terkendali apabila terjadi pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen pada Oktober ini.
"Risiko outflow cenderung relatif manageable untuk pemangkasan kecil (25 bps) asalkan dibarengi bauran kebijakan yang agresif," kata Josua saat dihubungi dikutip dari Antara, Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut dia, langkah tersebut perlu diiringi dengan intervensi terukur menggunakan berbagai instrumen (multi-instrumen), baik di pasar spot maupun melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), seperti yang dilakukan pada bulan sebelumnya dan terbukti efektif menahan tekanan di pasar valas saat outflow besar.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga perlu menjaga daya tarik instrumen berdenominasi rupiah jangka pendek, baik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) maupun Surat Berharga Negara (SBN), melalui operasi pasar serta pemberian panduan imbal hasil yang jelas agar investor tidak melakukan aksi keluar secara bersamaan.
Upaya stabilisasi juga dapat diperkuat dengan meningkatkan bantalan cadangan devisa melalui penarikan pinjaman atau penerbitan obligasi valas pemerintah yang telah direncanakan, sehingga dapat membantu menstabilkan ekspektasi pasar.
Jadi langkah 'kalibrasi' terukur
Di sisi lain, BI perlu menyampaikan narasi komunikasi yang jelas penurunan suku bunga ini merupakan langkah 'kalibrasi' yang terukur, bukan pelonggaran tanpa batas. Bank sentral juga perlu menegaskan arah kebijakan selanjutnya akan tetap bergantung pada perkembangan data ekonomi
(data-dependent).
Josua menilai terdapat peluang untuk penurunan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen yang akan diumumkan dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober ini.
Ruang kebijakan tersebut terbuka karena inflasi inti tetap terkendali dan tingkat
suku bunga riil (real rate) masih cukup tinggi. Dengan BI-Rate 4,75 persen dan ekspektasi inflasi inti ke depan rendah, ruang memampatkan bunga riil masih ada tanpa mengorbankan stabilitas harga.
Permintaan domestik juga belum sepenuhnya pulih, sehingga penurunan suku bunga dapat membantu mendorong konsumsi dan kredit. Likuiditas perbankan yang membaik juga membuat transmisi kebijakan moneter semakin efektif, memungkinkan penurunan bunga lebih cepat tersalurkan ke sektor riil.
Di sisi lain, Josua menilai tekanan terhadap rupiah relatif terjaga meskipun terjadi outflow. Hal ini ditopang surplus perdagangan komoditas, intervensi BI di pasar spot dan DNDF, serta faktor revaluasi cadangan devisa, yang memberikan ruang lebih aman ketika BI memangkas suku bunganya.
(Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI/Ramdani)
Jika ditahan, jadi upaya kelola sinyal ke pasar
Namun, seandainya BI menahan suku bunga di level 4,75 persen, Josua mengatakan langkah itu kemungkinan didasari beberapa pertimbangan. Penundaan bisa menjadi upaya mengelola sinyal ke pasar, setelah pemangkasan sebelumnya dibaca sebagai toleransi terhadap pelemahan rupiah yang memicu lonjakan hedging.
BI juga dapat memilih menunggu kejelasan keputusan The Fed, mengingat jadwal FOMC yang berdekatan agar diferensial suku bunga tidak menyempit terlalu jauh. Sementara dari sisi teknis, penahanan suku bunga memberi waktu bagi BI mengelola arus portofolio dan likuiditas domestik di tengah meningkatnya jatuh tempo SRBI pada Oktober-November.