Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna bersama para pejabat Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden
Fachri Audhia Hafiez • 16 December 2025 17:52
Jakarta: Wacana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascabencana di Sumatra dinilai sebagai bentuk upaya mempercepat pemulihan. Rencana pembentukan satgas tersebut disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
"Satgas/Badan rehabilitasi dan rekonstruksi harus dipahami sebagai mesin pemulihan, bukan tambahan stempel, bukan sekadar tambah lembaga, apalagi bikin kerja berbelit," kata anggota Komisi II DPR, Azis Subekti, melalui keterangan tertulis, Selasa, 16 Desember 2025.
Menurut Azis, satgas ini wajib beroperasi dengan prinsip satu komando. Yakni, satu data, satu target, dan satu ritme yang sinkron dari pusat hingga ke daerah.
Dalam penanganan pascabencana, Azis menyoroti masalah yang sering luput namun dampaknya fatal, yaitu kebocoran waktu. "Yang paling sering bocor dalam penanganan pascabencana itu bukan hanya dana. Yang bocor itu waktu," ujar Azis.
Legislator dari Fraksi
Gerindra itu menilai kebocoran waktu ini terjadi karena berbagai faktor. Mulai dari data yang berputar-putar, tarik-menarik kewenangan, proses pengadaan yang bertele-tele, hingga laporan tebal yang minim dampak nyata di lapangan.
"Kalau kita biarkan kebocoran waktu ini terjadi, maka rehabilitasi akan jadi sekadar rapat-rapat koordinasi yang ramai di meja kerja, sedikit kerja seolah-olah masalah beres," ujar Azis.
Azis menjabarkan lima poin kunci yang harus diimplementasikan. Pertama, satu pintu koordinasi.
Menurut dia, harus ada kepemimpinan tunggal di lapangan lintas kementerian/lembaga dan pemda. Koordinasi juga harus melibatkan tokoh dan ulama untuk membangkitkan semangat warga lebih cepat.
"Kedua, basis data terbuka, adanya satu basis data kerusakan dan kebutuhan yang transparan dan dapat dicek oleh publik. Jangan angka berubah-ubah seperti cuaca," kata Azis.
Gedung DPR-MPR. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Ketiga, target waktu jelas dalam penetapan standar dan target waktu yang pasti untuk
pemulihan. Keempat dampak ke warga sebagai ukuran, yang meliputi keberhasilan diukur dari dampak konkret yang dirasakan warga, bukan dari nilai rapat atau tumpukan dokumen.
"Keempat, pembangunan kembali harus lebih tangguh (
build back better). Sehingga tidak mengulang desain yang sama yang rentan terhadap bencana di masa depan," ujar Azis.
Azis mengatakan ini merupakan tantangan bagi semua pihak di daerah untuk berani mengubah kebiasaan kerja dan menutup semua jenis kebocoran waktu, koordinasi, dan tanggung jawab.
"Saya percaya, kalau satgas/badan ini dibentuk dengan benar, maka pemulihan tidak akan jadi 'proyek', tetapi jadi kerja negara yang konkret, terukur, dan terasa sampai warga," kata Azis.