KPK Didesak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji

Koordinator MAKI Boyamin Saiman. Foto: Metro TV/Siti Yona

KPK Didesak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji

Siti Yona Hukmana • 5 December 2025 15:58

Jakarta: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan tersangka, dalam kasus korupsi penyelenggaraan dan pembagian kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). MAKI telah menyerahkan bukti-bukti dan nama pejabat yang terindikasi menerima aliran suap, termasuk foto-foto istri pejabat yang menggunakan fasilitas negara.

Desakan juga dilakukan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI), dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Mereka dengan melayangkan gugatan praperadilan atas tak kunjungnya penetapan tersangka oleh KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bahkan, Koordinator MAKI Boyamin Saiman, selaku saksi dalam gugatan itu menyebut sidang telah memasuki pembacaan kesimpulan hari ini. "Mudah-mudahan nanti dalam putusan setidaknya ada warna, bahwa KPK memang harus segera menetapkan tersangka," kata Boyamin di PN Jaksel, Jumat, 5 Desember 2025.
 


Adapun, sidang gugatan praperadilan dengan agenda pembacaan putusan digelar PN Jaksel pada Selasa, 9 Desember 2025. Boyamin mengatakan, bila hingga pembacaan putusan tak kunjung ada penetapan tersangka, ia akan kembali menggugat KPK tahun depan, saat KUHAP yang baru ditetapkan pada 1 Januari 2026. Dalam KUHAP baru, penunggakan perkara masuk dalam objek praperadilan.

Namun, Boyamin ingin tak ada gugatan praperadilan lagi ke depannya. Ia berharap Lembaga Antirasuah segera menetapkan tersangka sebelum akhir tahun ini.

"Ya kalau nggak berani yang paling atas, ya level eselon 1 atau eselon 2 ya nggak apa-apa lah. Seminimalnya sudah ada nama ya? Udah ada nama," beber Boyamin.

Kemudian, terkait penjeratan pasal, Boyamin memastikan tidak akan terima bila hanya menerapkan pasal terkait suap. Sebab, diyakini kuat juga terjadi pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Sebab, telah terjadi pengubahan kuota dari haji reguler yang harusnya 92 persen dan haji khusus 8 persen, menjadi masing-masing 50 persen. Pengubahan itu terjadi dalam surat keputusan menteri. Padahal, sesuai aturan, seharusnya terdapat dalam peraturan menteri.

Boyamin meyakini upaya pengubahan kuota haji di surat keputusan menteri dilakukan untuk menghindari terendusnya praktik rasuah. Sebab, bila dituangkan dalam peraturan menteri harus ditayangkan dalam lembaran negara.

Gedung KPK. Foto: Ilustrasi Media Indonesia

"Nah, yang tanda tangan siapa? Dia tahu sendiri undang-undangnya jelas. Itu pun hanya untuk mengatur ini loh ya. Oh, Jawa Barat dapat berapa, Jawa Timur dapat berapa. Itu peraturan dan induknya tetap 92 persen reguler, 8 persen untuk khusus," jelas Boyamin.

Boyamin meyakini telah terjadi pungutan liar. KPK sejatinya tinggal menghitung selisih berapa harusnya yang didapatkan oleh negara dan keuntungan bagi swasta. Audit ini disebut tidak perlu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), cukup audit internal di KPK.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(M Sholahadhin Azhar)