Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: MTVN/Duta Erlangga.
Ade Hapsari Lestarini • 29 October 2025 18:37
Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membandingkan tax ratio (rasio pajak) zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Joko Widodo (Jokowi). Tax ratio adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) di masa yang sama.
"Kalau kita bandingkan, Anda pasti tanya, tax ratio bagaimana? Pada waktu zamannya Pak SBY, tax ratio itu sekitar 11 persen. Zaman Pak Jokowi turun antara 10-10,5 persen, sekitar 0,5-1 persen," ujar Purbaya, di agenda Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025, dikutip Rabu, 29 Oktober 2025.
Purbaya menjelaskan, pada zaman SBY, tax ratio dimotori oleh sektor swasta. Sementara zaman Jokowi, tax ratio 'dikawal' oleh BUMN dan pemerintahan. Apabila saat ini dia kembali menghidupkan sektor swasta, maka diprediksi tax ratio akan naik 0,5-1 persen.
"Dari sekarang 10 persen ya. Sekarang masih 10 (persen) kan, 10-11 persen sudah hampir di tangan. Itu income tambahan ke saya Rp120 triliun sampai Rp240 triliun tanpa ngapa-ngapain. Jadi saya aktifkan sana, untuk menaikkan pendapatan pajak saya," jelas Purbaya Yudhi Sadewa.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: MTVN/Duta Erlangga.
Cara meyakinkan sektor swasta
Namun demikian, jika melihat kondisi sektor swasta saat ini dalam posisi
wait and see. Lalu, bagaimana cara memberikan keyakinan terhadap sektor swasta agar bisa kembali melonjak?
"Kebijakan fiskal dan moneter yang masih sedikit, akan ada delay-nya di perekonomian tuh, enggak langsung hidup. Biasanya kalau di Amerika katanya 14 bulan. Kalau di sini tuh empat bulan sudah kelihatan moneternya bergerak, empat bulan nanti privat sektornya sudah mulai tumbuh lebih cepat, kreditnya mungkin sebulan dua bulan sudah tumbuh lebih cepat juga. Jadi ada delay dari kebijakan yang saya lakukan, tapi saya yakin itu pasti akan terjadi karena stimulusnya tidak saya hilangkan
di bulan-bulan ke depan, bahkan kalau yang Rp200 triliun tadi kurang, saya akan tambah lagi," ujar Purbaya.
Menurut Purbaya, ketika kebijakan fiskal berdampak ke moneter, maka akan berdampak terhadap bertambahnya uang di sistem. Sehingga yang bergerak lebih dulu adalah sektor riil swasta, bukan pemerintah. "Jadi itu yang akan menggerakkan sektor riil dengan lebih cepat lagi," kata dia.
Adapun
penerimaan pajak bruto per 30 September 2025 tercatat sebesar Rp1.619,20 triliun atau naik dari Rp1.588,21 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Rinciannya, PPh Badan Rp304,63 triliun (naik 6,0 persen), PPh Orang Pribadi Rp16,90 triliun (naik 39,4 persen), PPN dan PPnBM Rp702,20 triliun (turun 3,2 persen), serta PBB Rp19,69 triliun (naik 18,4 persen).
Sementara penerimaan pajak neto tercatat sebesar Rp1.295,28 triliun atau turun dari Rp1.354,86 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Rinciannya, PPh Badan Rp215,10 triliun (turun 9,4 persen), PPh Orang Pribadi Rp16,82 triliun (naik 39,8 persen), PPN dan PPnBM Rp474,44 triliun (turun 13,2 persen), serta PBB Rp19,50 triliun (naik 17,6 persen).